”Itu toilet terbang.”
”Jelasnya bagaimana?”
”Orang BAB di rumah mereka di malam hari. Masuk ke kantong plastik. Lalu diikat. Lalu, dilemparkan ke mana saja. Kadang ke jalan. Kalau terinjak, plastik pecah...”
Sang reporter bule manggut-manggut. Barulah mereka keliling, liputan. Tak disebutkan di berita itu, deskripsi nyata toilet terbang. Tapi, diulas kondisi warga miskin di sana.
Di Surabaya, tidak ada plastik terbang. Kalaupun ada, pasti kebetulan. Atau dilakukan orang gila. Berdasar buku Davies dan berita Aljazeera itu, kondisi sanitasi Surabaya jauh lebih baik daripada Nairobi.
Apalagi, tahun depan pemkot membangun 2.000 toilet, rencananya. Maka, jangan dibanding-bandingkan. Mesti kalah. (*)