SURABAYA, HARIAN DISWAY- KASUS kekerasan terhadap anak di Jawa Timur masih sangat tinggi. Pun, kekerasan terhadap perempuan. Ratusan kasus terjadi dalam pada Januari sampai Agustus 2022. Walau, angkanya lebih rendah daripada tahun sebelumnya.
”Tiga tahun terakhir ini, untuk Jatim mengalami penurunan tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jatim Restu Novi Widiani, Selasa, 8 November 2022.
Selain itu, jumlah angka pernikahan di usia dini dua tahun terakhir terlihat sangat tinggi. Akhirnya, berdampak pada permohonan cerai yang cukup tinggi. Itu terjadi karena di usia tersebut, secara mental pasangan itu belum siap.
Tak heran, menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Korban pun mayoritas adalah kaum hawa. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ingin menekan jumlah tersebut.
Karena itu, dia memutuskan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (PMPA). Mereka akan bertugas untuk melakukan pencegahan, penanganan, pemulihan, dan pemberdayaan.
”Banyak hal yang rentan terjadi terhadap perempuan dan anak. Seperti kekerasan, bullying, human trafficking, dan beberapa kasus lainnya. Sehingga, satgas ini tidak hanya satu organisasi perangkat daerah (OPD) yang terlibat,” kata Khofifah.
Ada empat bidang dalam satgas tersebut. Yakni, bidang pencegahan yang dikoordinasi kepala dinas pendidikan. Lalu, bidang penanganan yang dipimpin Ditreskrimum Polda Jatim.
Ada juga bidang pemulihan yang dipimpin kepala Dinas Sosial Jatim. Terakhir, bidang pemberdayaan. Bidang itu dikoordinasi kepala dinas koperasi dan UKM.
”Kami ingin agar penyelesaian masalah perempuan dan anak di Jatim benar-benar ditangani secara holistik. Jadi, saya minta supaya Satgas PMPA bekerja sinergis dan kolaboratif. Cepat dan gratis,” tegas mantan menteri sosial itu.
Adanya satgas PMPA itu dapat mengoptimalkan sistem layanan dan pengaduan korban. Sehingga lebih mudah dan responsif.
”Penanganan perempuan dan anak yang menjadi korban harus cepat. Tolong diberikan layanan terbaik. Kalau bisa, mendapat jalan pintas tidak pakai antre. Rumah aman atau shelter yang nyaman tolong disediakan,” bebernyi.
Pada akhirnya, penanganan masalah perempuan di Jatim akan dilakukan secara komprehensif dan simultan. Harapannya, permasalahan perempuan dan anak di Jatim terus menurun. (*)