Belahan Timur Musim Dingin, Burung Migrasi ke Pamurbaya

Minggu 04-12-2022,05:00 WIB
Reporter : Yusuf Dwi
Editor : Noor Arief Prasetyo

SURABAYA, HARIAN DISWAY- KAWASAN mangrove Wonorejo atau juga disebut pantai timur Surabaya (pamurbaya) masih jadi jujukan burung migrasi. Ribuan burung itu singgah dari belahan timur saat musim dingin tiba.

Bicara burung pantai migran tak bisa lepas dari sosok pengamat Iwan Febrianto. Ia satu-satunya orang Indonesia yang punya lisensi bird banding di Indonesia. Kemarin pagi ia kembali mengunjungi pamurbaya setelah pindah ke Bandung dari tahun 2019.

Namun, Iwan tak datang sendiri. Ia, bersama rekan seperjuangannya, mengajak puluhan mahasiswa untuk melakukan konservasi. ”Kami ini sudah umur, waktunya mengenalkan pada yang lebih muda. Ekosistem di mangrove Wonorejo juga salah satu yang terbaik,” ujar pria yang akrab disapa Iwan Londo itu, Minggu, 3 Desember 2022.

Sejak 1999, ia sudah melakukan kegiatan tersebut. Ingatannya masih jelas. Katanya, saat itu masih sedikit yang mengunjungi kawasan pamurbaya. Sebab, akses yang dilalui masih sulit, hanya menyisakan jalan setapak.

Pengamatan yang dilakukan bertujuan mengetahui dari mana burung itu berasal. Dengan mengenakan topi rimba cokelat, ia membidik burung dari kejauhan dengan lensa telephoto. Londo menjelaskan satu per satu burung yang singgah ke area tambak di sekitar mangrove Wonorejo.

”Bagi sebagian petambak, burung-burung migran itu dikira hama. Padahal, cuma istirahat. Mereka datang ke tambak karena laut pasang,” ungkapnya kepada para mahasiswa itu.

Burung-burung migran yang datang itu berbagai jenis. Salah satunya bernama biru-laut ekor-blorok. Nama Latin-nya: Limosa lapponica. Burung yang memiliki tubuh berukuran 37 sentimeter tersebut terbang sangat jauh dari Selandia Baru.

”Mereka terbang satu minggu nonstop dan dipasang satellite tracking,” imbuhnya.

Alumnus Teknik Sipil Universitas Sunan Giri (Unsuri) itu mengatakan, beberapa jenis burung pantai migran memang dipasangi satellite tracking. Tujuannya, mengetahui jalur migrasi dan penelitian lainnya.

Kegiatan kemarin diikuti mahasiswa yang berasal dari Unair, Unesa, dan ITS. Kegiatan tersebut didukung The East Asian-Australasian Flyway (EAAF). Salah satu lembaga internasional yang bertempat di Korea Selatan tersebut memantau burung yang bermigrasi.

Para mahasiswa diberi soal untuk didiskusikan secara berkelompok setelah melakukan pengamatan. Mereka terlihat antusias meski harus berada di bawah terik matahari. 

Salah seorang peserta dari Unair, Rakha Rafi Rahman, mengatakan bahwa pengamatan burung migran menjadi hal baru baginya. Meski begitu, rasa ingin tahunya makin tinggi terkait ekosistem di pamurbaya.

”Dari sini nanti bisa buat laporan yang berkala dan itu manfaatnya banyak. Kita bisa lihat ekosistemnya makin bagus atau malah ada kemunduran,” kata mahasiswa jurusan biologi tersebut.

Mahasiswa semester III itu mendapat ilmu baru dari hasil pengamatannya. Beberapa burung yang terbang di area tambak bisa menjadi tanda sebuah ekosistem.

”Burung raja udang biru ternyata jadi indikator ekosistem udang. Kalau burung banyak yang terbang atau singgah, itu tandanya masih bagus,” ucapnya. (*)

Kategori :