TERNYATA, belajar autodidak sampai menjadi seorang ahli bukan hil yang mustahal. Boby Kristanto alias Chen Changhui 陈昶辉 buktinya. Ia penulis shufa 书法, kaligrafi Tiongkok. Karya-karyanya, pada acara The 3rd "Oriental Cup" Chinese Calligraphy Contest for the International Community yang dihelat di Shenzhen, 2019 lalu, bahkan telah menyabet juara dunia.
Padahal, Boby cuma berlatih shufa sendiri. Tak ada gurunya sama sekali. Ia hanya tahu dari cerita ibunya bahwa kakeknya mahir menulis shufa. Hatinya kemudian tergerak untuk meneruskan keahlian engkongnya tersebut.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Lexi Pranata Budidharmanto: Shan Shi Bu Fa
Waktu itu usia Boby baru 12 tahun. Berbagai gaya penulisan aksara Mandarin yang ia temui di koran, ia tiru sampai semirip mungkin. Video-video teknik menggurat shufa yang ada di YouTube, ia pelajari dengan tekun satu per satu. Hari demi hari. Hingga jadilah Boby saat ini: yang tidak hanya pandai shufa, namun juga mulai merambah ke seni lukis Tiongkok klasik –yang sama-sama mengandalkan keluwesan dalam menggunakan mao bi, kuas dari bulu yang ujungnya dibikin runcing.
Kendati sudah tidak sedikit pencapaian yang diraih Boby, tapi ia tetap percaya pada apa yang dikatakan Zhang Dai 张岱 (1597-1684), esais-cum-sejarawan era dinasti Ming, "学海无涯" (xué hǎi wú yá): lautan ilmu tiada tepinya.
Makanya, Boby tidak mau berpuas diri. Apa yang belum ia ketahui, ia ingin terus pelajari. Sebab, Boby yakin, "书山有路動为径; 学海无涯苦作舟" (shū shān yǒu lù dòng wéi jìng; xué hǎi wú yá kǔ zuò zhōu).
"Samudra dan gunung pengetahuan bisa diarungi dan didaki secara perlahan-lahan dengan ketekunan serta tekad," kata Boby, mengartikan potongan puisi Han Yü 韩愈 (768–824), filsuf Konfusianis sekaligus penyair zaman dinasti Tang, yang dikutipnya.
Intinya, "Walaupun pemahaman baru sedikit, tidak apa-apa selama ada kemajuan. Nanti pencerahan secara utuh akan mengusul," kata Boby. (*)