Qatar dan Astana Anyar

Sabtu 10-12-2022,04:30 WIB
Reporter : Dhimam Abror Djuraid

DI Piala Dunia Qatar, timnas Maroko meledak menghancurkan Spanyol yang pernah menjadi juara Eropa 2008 dan juara dunia 2010. Ledakan timnas Maroko akan lebih dahsyat lagi kalau akhir pekan ini bisa mengalahkan Portugal di perempat final. Kemenangan Maroko dianggap sebagai kemenangan Islam yang dirayakan kaum muslim di seluruh dunia.

Sementara itu, di Astana Anyar, sebuah kecamatan di Kota Bandung, juga terjadi ledakan pada Rabu (7/12). Bedanya, kali ini yang meledak adalah sebuah bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar. Pelaku ledakan, Agus Sujatno alias Abu Muslim –yang diduga berafiliasi dengan organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD)– tewas dalam aksi itu. Seorang polisi juga tewas dan beberapa luka.

Ledakan di Qatar adalah simbol kemenangan Islam, sedangkan ledakan di Astana Anyar adalah simbol kekalahan (sebagian kalangan) Islam. Dua wajah Islam itu berbalik 180 derajat. Qatar memamerkan kepada dunia wajah Islam yang ramah, damai, sejahtera, modern, dan global. Qatar dan Maroko melakukan jihad melalui sepak bola, sedangkan anggota JAD di Astana Anyar berjihad dengan bom.

Pada 2017, sebuah bom panci meledak di kawasan Cicendo, Kota Bandung.  Jenis bom yang meledak adalah bom panci yang memiliki kekuatan 5.300 meter per detik dan masuk golongan high explosive primer. Bom jenis itu sensitif terhadap gesekan dan panas.

Pelaku Yayat Cahdiyat ditembak mati polisi sewaktu bersembunyi di kantor Kecamatan Cicendo seusai meledakkan bom panci di Taman Pandawa. Tak lama setelah itu, polisi menangkap Agus Sujatno. Agus berprofesi teknisi listrik. Ia diduga berperan dalam menyediakan pendanaan, kemudian merakit bom sendiri.

Agus memiliki semacam laboratorium di rumahnya yang digunakan sebagai tempat merakit bom. Dari tangan Agus, polisi menyita beberapa barang bukti. Di antaranya, panci, paku, kabel, parafin, korek api kayu, baterai, kaleng, selotip, saringan, botol pembersih keramik, asam nitrat, HCL, aseton, dan hidrogen peroksida.

Lima tahun kemudian Agus muncul lagi dan kali ini ia naik pangkat. Dari sebelumnya perakit bom, sekarang menjadi pengantin bom bunuh diri. Pengantin adalah sebutan untuk jihadis yang siap meledakkan diri dengan bom. Agus akhirnya tewas oleh ledakan bom yang mungkin ia rakit sendiri dan ia pasang sendiri ke badannya.

Aktivitas JAD masih belum redup meski pemerintah Indonesia sudah membekukan organisasi itu pada 2018. Serangan oleh Agus itu menjadi bukti bahwa jaringannya belum mati. 

Agus bebas pada Maret 2021 setelah menjalani hukuman empat tahun di Lapas Nusakambangan.

Agus tewas, tapi tidak berarti jaringan JAD ikut terkubur. Sel-sel jaringan itu masih tetap hidup dalam jangka yang lama dan sangat mungkin akan aktif kembali dalam situasi yang matang.

Potret Qatar dan potret Astana Anyar itu memantik pertanyaan lama yang pernah diungkapkan Prof Bernard Lewis, ”What Went Wrong?”. Apa yang salah dengan Islam dan orang-orang muslim ini?

Bernard Lewis lahir di Inggris. Ia merupakan profesor di pusat kajian Timur Dekat, Emeritus Cleveland E. Dogde, di Universitas Princeton. Ia telah menulis lebih dari 20 buku  mengenai Islam, dan salah satu yang populer adalah What Went Wrong?.

Lewis mempertanyakan mengapa Islam yang pernah jaya dan mempunyai peradaban yang cemerlang berubah menjadi peradaban yang ketinggalan dari Barat. Lewis menganalisis akar sejarah munculnya kebencian terhadap Barat yang mendominasi dunia Islam saat ini dan yang makin sering diwujudkan dalam berbagai tindakan teror. 

Ia mengupas cikal bakal teologi Islam politik hingga bangkitnya Islam militan di Iran, Mesir, dan Arab Saudi serta menganalisis dampak dari ajaran Wahabi yang radikal dan uang hasil minyak Arab terhadap seluruh dunia Islam.

Kebencian terhadap Barat memiliki sejarah yang panjang dan beragam di negara-negara Islam. Kemudian,  perasaan tersebut diarahkan ke Amerika Serikat (AS) dalam beberapa dasawarsa terakhir setelah Perang Dunia II. 

Kategori :