Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pepanthan Paleran terledak di dusun Paleran, Desa Cumedak-Sumberjambe, Jember, Jawa Timur. Jemaatnya unik: dari etnis Madura yang identik dengan Islam. Umat beragama di sana, saling membantu mendirikan tempat ibadah tanpa ribut-ribut.
— Tujuh anjing berlarian di lapangan dan pelataran GKJW Pepanthan Paleran, Kamis, 22 Desember 2022. Masing-masing punya corak dan warna berbeda. Ada yang kuning, hitam, putih, hingga abu-abu. Beda-beda tapi terlihat rukun. Sama seperti kehidupan sosial budaya di tempat itu. Apakah ini pertanda dari Sang Pencipta? Saya tersenyum sambil termenung melihat anjing-anjing yang sedang bercengkrama itu. Sebelum, ke Sumberjambe, saya sudah membaca profil singkat greja (dibaca grejo dalam bahasa Jawa) tersebut. GKJW itu unik sekali. Lagu-lagu rohaninya dari bahasa Madura. Mungkin ini satu-satunya di dunia. Umat beragama di sana begitu rukun. Jangan bayangkan ada penolakan pembangunan rumah ibadah di sini. Seperti yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Yang terjadi justru sebaliknya, umat beragama saling membantu mendirikan rumah ibadahnya. Tanpa pandang bulu. Semua hidup dengan penuh toleransi. Termasuk anjing-anjing yang berkeliaran di desa itu. Apa kaitannya anjing-anjing itu dengan kehidupan sosial budaya di Sumberjambe? Ada. Dua peneliti Michigan State University menerbitkan penelitian ke Journal of Research in Personality pada 2019. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa kepribadian anjing mencerminkan kepribadian pemilik dan lingkungannya. Ketika pemiliknya penyayang, anjing-anjingnya ikut ramah. Sebaliknya, jika pemilik dan lingkungan cenderung agresif, maka anjing-anjing bersikap sama. Keramahan penghuni desa itu tercermin dari anjing-anjing yang dipelihara dengan baik itu. Tentu akan ada perdebatan soal urusan anjing ini. Namun saya menangkap bahwa segala sesuatu di Sumberjambe berjalan begitu harmonis. Sampai ke anjing-anjing peliharaan warganya. Warga sempat menginisiasi wilayahnya sebagai kampung rohani. Sayangnya dari 19 syarat yang ditentukan pemda, terkait pendirian kampung rohani, hanya 4 yang terpenuhi. Saat ini, persyaratan yang belum terpenuhi bakal disiapkan. Dengan penetapan kampung rohani, saya membayangkan warga bisa menyebarkan toleransi lewat wisata religi. Yang datang tak akan kecewa dengan keindahan Gunung Raung dan Argopuro yang mengapit wilayah itu. Siang itu, saya datang dengan rombongan Premier Place Hotel Surabaya Airport (Juanda). Mereka menggelar Christmas Charity untuk kali pertama ke GKJW Pepanthan Paleran.JOYEUX CHRISTMAS jadi tema charity Hotel Premier Place Surabaya Airport di GKJW Pepanthan Paleran, Kabupaten Jember, Kamis 22 Desember 2022.-Fidelis Daniel/Harian Disway- Sebelum ibadah, nampak seorang pria memakai kaos dengan celana kolor sedang menyapu pelataran gereja. Ia menyapa kawan yang lewat di hadapannya dengan bahasa yang asing ditelinga saya. Namun, aksennya terdengar familiar. Rupanya: Bahasa Madura. Anda sudah tahu: Jember masuk wilayah Tapal Kuda. Yakni istilah untuk kawasan di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Meliputi, Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Lumajang, Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo. Menurut Balai Bahasa Jatim, Tapal Kuda juga disebut sebagai Blambangan atau dalam bahasa Jawa disebut daerah ‘Brang Wetan’ (Seberang Timur) karena kawasan ini tidak pernah menjadi bagian dari kerajaan Mataram. Kawasan Tapal Kuda dihuni oleh beberapa etnis. Etnis mayoritas adalah etnis Pandalungan dan Jawa. Etnis Pandalungan adalah hasil persilangan dari etnis Madura dan Jawa. Makanya bahasa Madura sangat kental di sana. Beberapa orang bercanda bahwa mereka yang berasal dari Pandalungan adalah Madura Swasta. Sedangkan yang tinggal di Pulau Madura disebut Madura Ori. Dan yang terpenting, saya tak pernah mendengar ada orang yang tersinggung dengan anekdot itu.
KEJUTAN SINTERKLAS untuk anak-anak GKJW Pepanthan Paleran yang mendapat bingkisan sebelum Natal.-Fidelis Daniel/Harian Disway- Madura sangat kental dengan kultur Islamnya. Makanya, ketika tahu ada jemaat GKJW berbahasa Madura di Jember saya agak kaget. Di Cumedak-Sumberjambe Kristen Madura atau Pandalungan menjadi penduduk mayoritas. Namun, ketika sudut pandangnya diperluas, mereka adalah masyarakat minoritas kuadrat. Di Indonesia Kristen jadi Agama Minoritas. Sedangkan Madura di Kristen jumlahnya minor. Tetapi di situlah keindahannya. Sama seperti Paguyuban Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Tionghoa adalah penduduk minoritas di Indonesia. Sedangkan di Islam, etnis Tionghoa jumlahnya tak banyak. Mungkin ini terdengar klise, tetapi inilah toleransi sesungguhnya.
Kiai Pun Memeliharan Anjing Rupanya yang menyapu halaman itu adalah sang Ketua GKJW setempat: Winarno. Saya sempat bingung saat ada seseorang yang menyapanya dengan sebutan Pak Dani. Ia mengatakan bahwa di daerahnya, seorang pria yang sudah punya anak akan mendapat sebutan dengan nama anaknya. Oooo .. jadi nama anak Winarno adalah Dani. I see .. "Gereja ini dulu dibangun jemaat bersama orang-orang muslim. Begitu juga di tiga pepanthan (Dalam bahasa Jawa artinya sekelompok kecil,Red) lain daerah sini," begitu katanya. Winarno juga menceritakan bahwa gereja yang saya datangi sekarang bukan gereja induk. Namun, GKJW Pepanthan Paleran jemaatnya paling banyak dibanding pepanthan yang lain di Sumberpakem. Saya juga menanyakan soal anjing-anjing itu. Bagaimana orang muslim disini bisa hidup beriringan dengan anjing. Setahu saya yang tinggal di Surabaya dan Sidoarjo, teman-teman muslim menghindari anjing karena liurnya najis. Banyak juga yang tak berani dengan anjing. “Kiai-kiai di sini juga memelihara anjing,” katanya dengan tersenyum. Anjing dipelihara sebagai pengusir hama di perkebunan.
Pendeta Kukuh Kristanto berdiri di depan altar GKJW Pepanthan Paleran yang didesain dengan ornamen bambu.-Fidelis Daniel- Saya jadi teringat dengan kisah dari teman-teman muslim saya soal Nabi Muhammad: Nabi Muhammad pernah menuturkan suatu kisah tentang seorang pelacur pada zaman Bani Israil. Perempuan yang sehari-hari tenggelam dalam dosa besar itu suatu hari menemukan anjing yang berputar-putar mengitari sumur. Pelacur ini menyadari, anjing tersebut sedang kehausan. Maka, ia pun menjulurkan sepatunya ke dalam sumur untuk mewadahi air. Lantas, dengan benda itu ia memberi minum kepada anjing tersebut. Rasulullah SAW bersabda, dosa-dosa sang pelacur kemudian diampuni oleh Allah SWT lantaran kasih sayangnya terhadap anjing itu. Yang saya sesali dari kunjungan ke Sumberjambe cuma satu. Saat menulis kisah ini, saya baru sadar bahwa saya belum sempat memotret anjing-anjing itu. Semoga pembaca bisa mentoleransinya. Saya Fidelis Daniel memohon maaf. (Fidelis Daniel-Salman Muhiddin)
Muslimin Bantu Pembangunan Gereja, Umat Kristen Cat Masjid, BACA BESOK!