Saat sistem retribusi diterapkan pertama kali, tak banyak yang protes. Kala itu warga punya harapan tanahnya masih bisa disertifikatkan dengan semangat landreform Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Yang menempati tanah lebih dari 20 tahun boleh mensertifikatkan tanahnya. Sudah ditunggu sampai 1980, ternyata sistem retribusi terus bergulir. Tak ada yang bisa mensertifikatkan tanahnya ke BPN. Warga sudah merasa ada yang tidak beres. Warga hanya bisa memendam rasa kesalnya sampai rezim orde baru tumbang 1998. Muncul berbagai kelompok surat ijo yang akhirnya berserikat di satu bendera: Perhimpunan Masyarakat Peserta Meraih Hak Milik Tanah (PMPMHMT). Mereka merintis gerakan perlawanan hingga berhasil menggerakkan 20 ribu massa di Gelora Pancasila 10 Agustus 2003. Yang hadir rata-rata sudah sepuh. Maklum, banyak yang menempati tanah surat ijo sebelum Indonesia merdeka. Satu persatu tokoh surat ijo berorasi. Mereka menjelaskan riwayat tanah yang mereka tempati itu. Yang diklaim pemkot sebagai aset. Juga tentang sistem retribusi yang dianggap ilegal. “Ini merupakan aksi silaturahmi sekaligus ajang unjuk kekuatan,” tulis Sukaryanto dalam bukunya Reforma Agraria Setengah Hati. Ketua panitia Sugito mengatakan ada 12 ribu meter persegi tanah surat ijo yang dihuni 50 ribu keluarga. Mereka menuntut tanah mereka bisa disertifikatkan sampai 12 September 2013. Jika tidak, mereka akan melakukan class action melalui jalur hukum. Pertemuan monumental itu membuat problem surat ijo mulai dilirik pemkot. Belum pernah dalam sejarah ada pertemuan sebesar itu. PMPMHMT benar-benar dapat momentum kuat. Mereka menunggu keputusan pemkot selama sebulan. Setelah batas waktu habis, ternyata tuntutan mereka tak bisa direalisasikan. Tanah surat ijo tak bisa dilepas Wali Kota Bambang Dwi Hartono (BDH). Pemkot terlilit dengan persoalan yang seharusnya tuntas sejak UUPA bergulir 1960. Jika saat itu tanah dikembalikan ke negara, lalu didistribusikan ke warga, maka urusannya tidak serumit ini. (Salman Muhiddin) Tagih Janji Pelepasan Surat Ijo ke BDH, BACA BESOK!