SURABAYA, HARIAN DISWAY - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Hadi Tjahjanto datang ke Surabaya, Kamis, 5 Januari 2023. Ia mencoba menengahi salah satu konflik agraria terbesar di Indonesia: surat ijo. Ada 47 persil yang jadi rebutan warga dan Pemkot Surabaya.
Mantan panglima TNI itu juga ingin menengahi konflik agraria warga dengan dua badan usaha milik negara (BUMN): PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Pelindo. Respons warga beragam. Ada yang senang karena persoalan itu dapat atensi langsung dari pejabat selevel menteri. Bahkan, sang menteri berjanji melaporkan kunjungannya ke Surabaya ke Presiden Jokowi. Ada juga yang kecewa. Sebab, warga penghuni surat ijo sudah lebih dari 50 tahun berkonflik dengan Pemkot Surabaya. Yang mereka harapkan dari kedatangan Hadi adalah solusi: memerdekakan tanah mereka. Anda sudah tahu: separuh warga surat ijo memboikot pembayaran retribusi ke Pemkot Surabaya. Mereka tak mau ada tarikan dobel. PBB dan retribusi izin pemakaian tanah (IPT). Purnawirawan jenderal TNI bintang empat itu memang sempat turun ke rumah-rumah warga di Wonokromo dan Tanjung Perak. Ia mengobrol dengan warga dan menampung keluhan mereka. Meski belum membawa keputusan yang melegakan hati, kedatangan Hadi itu perlu dicatat di lembaran perjuangan surat ijo. Ini momen bersejarah. Untuk kali pertama ada Menteri ATR/BPN mau terjun langsung ke rumah warga. Semua berkat perjuangan dari berbagai komunitas surat ijo. ”Kami sempat senang dengan datangnya Pak Menteri ATR ke tempat kami,” kata Ketua Perkumpulan Warga Waringin, Bumiarjo, dan Joyoboyo (Warjoyo) Sudjarwo saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Kamis, 5 Januari 2023. Area rumah mereka ada di kawasan Wonokromo.Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto memantau kawasan Wonokromo.-Humas Kementerian ATR/BPN- Di sana Hadi didampingi Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni. Rapat digelar dengan mengundang perwakilan PT KAI, PT Pelindo, dan Pemkot Surabaya. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang menjadi tuan rumah rapat itu tentu juga ikut. Beberapa perwakilan masyarakat juga hadir. Sayangnya, mereka tak menemukan adanya jalan keluar di rapat itu. Hadi datang dengan membawa rekomendasi-rekomendasi. Alhasil, beberapa dari mereka sempat protes kepada Hadi dengan nada tinggi setelah rapat usai. Mantan panglima TNI itu pun langsung meninggalkan ruang rapat. ”Dalam undangan kan sudah jelas kalimatnya: penyelesaian permasalahan. Tapi, sepanjang kami mendengarkan rapat tadi, tidak ada satu pun jalan keluar dari permasalahan yang kami hadapi bertahun-tahun ini. Hanya rekomendasi yang diberikan,” tegas Sudjarwo. Hadi memberikan tiga rekomendasi kepada dua BUMN dan Pemkot Surabaya. Pertama, semua aset yang ditempati masyarakat dilepas, lalu diberikan kepada warga setempat untuk dibuat sertifikat hak milik (SHM). Itu rekom paling diinginkan warga. Kalau tanah mereka bisa disertifikatkan, tuntas sudah konflik agraria itu. Mereka bisa melanjutkan hidup dengan tenang. Sertifikat tanah bisa ”disekolahkan” untuk modal usaha. Jadi penjamin di bank. Rekomendasi kedua sudah pernah didengar warga: Semua bangunan milik warga itu dibuatkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di atas hak pengelolaan. Rekomendasi ketiga, masyarakat yang menempati aset BUMN dan Pemkot Surabaya itu direlokasi ke rumah susun atau flat. Opsi tersebut tentu bakal sulit diterima. Masalah flat di Surabaya sudah sangat rumit. Antrean keluarga yang ingin masuk ke sana sudah belasan ribu. Apa mungkin ditambahi urusan masalah surat ijo, KAI, dan Pelindo?
Kawasan Jagir Wonokromo banyak terdapat tanah surat ijo.-Boy Slamet/Harian Disway- ”Dari tiga rekomendasi itu, kami hanya setuju rekomendasi pertama. Sebab, di wilayah kami, sudah 30 persen warga yang memiliki SHM. Salah satunya, Ermansyah. Kami sudah puluhan tahun tinggal di Kelurahan Sawunggaling,” terangnya. Dalam pertemuan itu, warga yang hadir juga tidak diberi ruang untuk memberikan pendapat. ”Tidak ada diskusi sama sekali dalam rapat tadi. Hanya seperti ludrukan. Kami diberi makan-minum, lalu pulang,” tegasnya. Di sisi lain, Hadi memperjelas bahwa kehadirannya di Surabaya hanya ingin menjadi penengah. Artinya, pendapat warga disandingkan dengan pemkot, Pelindo, dan KAI. Hanya, ketika nanti permasalahan itu selesai, ATR/BPN siap mengeluarkan sertifikat yang dibutuhkan. ”Mereka semua (PT KAI, PT Pelindo, dan Pemkot Surabaya, Red) takut dengan undang-undang. Kalau mereka melepaskan begitu saja semua aset tersebut, pasti mereka akan ditangkap KPK. Siapa yang mau bertanggung jawab,” ucap Hadi. Hasil kunjungan kerja ke Surabaya itu bakal dibahas lebih lanjut di istana. ”Mudah-mudahan bisa segera selesai. Ini perlu waktu. Yang penting, menteri sudah tahu permasalahan di sini sehingga saya bisa laporkan kondisinya ke Pak Presiden,” pungkasnya. Sementara itu, Pj Sekretaris Daerah Kota Surabaya Erna Purnawati memilih tawaran kedua. Semua warga diberi sertifikat HGB. Tetap bayar, tetapi lebih murah. Opsi itu didasari surat rekomendasi Kementerian ATR pada 1 Desember 2022. ”Dengan surat itu, kami sudah berusaha membuat kajian. Misalnya saja, mengambil mata uang paling rendah. Itu dikalikan 50 tahun. Tapi, kami masih melakukan kajian, apakah akan dibayarkan di depan atau di akhir,” ucap mantan kepala dinas pekerjaan umum bina marga dan pematusan (DPUBMP) tersebut. Dia menargetkan, pada akhir Januari 2023, Pemkot Surabaya sudah bisa melakukan sosialisasi kepada lebih dari 47 ribu pemegang IPT. Beda halnya dengan PT KAI. Manajemen Daop 8 Surabaya tidak bisa mengambil keputusan. Mereka perlu menggelar rapat internal untuk mengambil keputusan dari rekomendasi yang diberikan itu. ”Apakah aset itu bisa dilepas kepada masyarakat atau tidak. Ketentuan dari menteri BUMN, aset tidak boleh dihibahkan. Namun, bilamana untuk kepentingan umum, kami sudah melakukan beberapa kali,” kata Kepala Daop 8 Surabaya Heri Siswanto. Di daerah Warjoyo, Daop 8 Surabaya memiliki lahan seluas 22 juta meter persegi. Aset yang telah memiliki SHM ada sekitar 7 juta meter persegi. ”Sisanya masih kami proses. Kami sudah melakukan kerja sama dengan BPN,” tambahnya. Perjuangan warga berlanjut. Hasil rapat itu memang belum memuaskan. Namun, paling tidak surat ijo sedang dibahas pemerintah. Tidak didiamkan seperti yang sudah-sudah. (*)