SURABAYA, HARIAN DISWAY- SUKU bunga kredit kepemilikan rumah (KPR) masih di kisaran 7,98 persen. Bahkan lebih. Angka itu naik sejalan dengan naiknya suku bunga acuan dari Bank Indonesia (BI) di angka 5,25 persen. Kondisi itu akan memperburuk permintaan properti di Jawa Timur.
Naiknya suku bunga bank, cenderung membuat masyarakat lebih memilih untuk mendepositokan uangnya. Karena itu, suku bunga KPR naik. Disebabkan suku bunga deposito yang tinggi.
Itu masih menjadi salah satu tantangan besar para pengusaha properti saat ini. Saat ini, penjualan di segmen landed house untuk menengah ke atas yang paling merasakan dampaknya. Di 2022 misalnya, penjualan properti di segmen itu turun 20 persen.
“Syukurnya, properti ini adalah kebutuhan primer manusia. Sehingga, pasti akan selalu dibeli. Walau, pergerakannya sangat lambat,” kata DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Timur Soesilo Efendy, saat dihubungi Harian Disway, Sabtu, 7 Januari 2023.
Selain suku bunga yang tinggi, menurutnya, ada beberapa faktor lain yang membuat lesunya penjualan properti saat ini. Seperti: inflasi, kondisi politik saat ini dan gejolak ekonomi dunia. Salah satu yang memberi dampak adalah perang di Ukraina yang belum kunjung berakhir hingga kini.
“Properti ini merupakan dunia usaha yang memiliki keterkaitan dengan 174 bidang usaha. Seperti industri UMKM. Itu kan memiliki kondisi yang sama dengan kita saat ini. Jadi, sangat berdampak pada penjualan properti,” bebernya.
Justru, saat ini menurutnya, perumahan second (bekas) yang paling diminati masyarakat. Sebab, banyak keuntungan yang didapatkan. Mulai dari harga yang bisa diskon besar. Surat-surat yang pasti. Tidak tumpang tindih.
“Namanya rumah bekas itu, dijual pasti karena pemiliknya butuh uang cepat. Sehingga, harganya murah. Kekurangannya pasti ada. Namanya rumah bekas, pasti akan ada kerusakan,” terangnya.
Di 2023 ini, menjadi tahun tantangan besar buat para pengusaha properti. Namun, mereka sudah memiliki strategi khusus. Salah satunya, pemasaran menggunakan digital. “Sekarang marketing digital lebih efisien,” tambahnya.
Permasalahan lain juga adalah perizinan yang kini menurutnya semakin susah. Tak sedikit pengembang properti bermasalah dengan perizinan. Pada akhirnya, akan berdampak pada customer yang membeli unit rumah.
“Bukan berarti anggota REI bisa bebas dari masalah. Banyak anggota kami juga yang bermasalah dengan pembebasan lahan dan perizinan,” bebernya.
Sehingga, organisasi itu kini memberikan aturan yang lebih ketat. Yakni, memastikan seluruh properti yang dijual anggotanya bebas dari masalah. Mulai dari pembebasan lahan dan perizinan.
“Kita sih ingin agar gairah masyarakat membeli properti ini semakin tinggi. Tapi saya yakin, kita semua bisa keluar dan bertahan dari kondisi buruk saat ini. Ini juga masih masa pemulihan ekonomi dari dampak pandemi covid-19 lalu,” ucapnya. (*)