BUDAYAWAN Muhammad Ainun Nadjib atau yang lebih dikenal sebagai Emha Ainun Nadjib dan lebih akrab dipanggil Cak Nun menjadi trending topic di media sosial pekan ini. Sebuah video yang diunggah netizen menggambarkan Cak Nun sedang menjadi pembicara dalam sebuah forum pengajian. Di forum itu Cak Nun menyebut Presiden Jokowi adalah Firaun.
Bukan hanya Jokowi yang dimiripkan dengan Firaun. Luhut Binsar Pandjaitan, orang kepercayaan Jokowi, juga disebut mirip dengan Haman, menteri kepercayaan Firaun yang diangkat sebagai menteri segala urusan yang serbabisa. Haman menangani semua urusan, mulai peribadatan sampai infrastruktur.
Selain duet maut itu, ada satu lagi tokoh yang menjadi penyangga kekuasaan Firaun. Ia adalah Qarun, konglomerat crazy rich yang hartanya tidak terhitung lantaran saking banyaknya. Cak Nun menyamakan tokoh Qarun itu dengan Anthony Salim, satu di antara konglomerat yang sering disebut sebagai ”sembilan naga”.
Kali ini Cak Nun menyebut bahwa 9 naga sudah bertambah satu menjadi 10 naga. Namun, tidak disebutkan siapa satu naga baru tambahan itu. Para naga itu selama ini disebut-sebut sebagai bagian dari oligarki yang menopang kekuasaan Jokowi.
Bagi yang sudah terbiasa mengikuti ceramah-ceramah Cak Nun, ungkapan-ungkapan itu biasa-biasa saja. Artinya, bagi seorang Cak Nun, mengkritik kekuasaan dengan cara yang tajam sudah menjadi bagian dari perjalanan kariernya. Selain tajam, Cak Nun sangat sering memakai narasi-narasi kocak yang memancing gelak tawa.
Tapi, bagi yang tidak biasa mendengarkan Cak Nun dan tidak mengikuti perjalanan kariernya, kritikan terhadap Jokowi tersebut ditafsirkan sebagai penghinaan. Karena itu, kemudian ada yang berinisiatif melaporkan Cak Nun ke polisi.
Cak Nun dikenal mempunyai referensi yang luas terhadap berbagai khazanah keilmuan. Menyamakan Jokowi dengan Firaun ala Cak Nun harus dilihat dalam konteks yang utuh, tidak sepotong-potong.
Dalam Al-Qur’an, kekuasaan Firaun yang despotik itu ditopang beberapa kekuatan. Yaitu, kaum intelektual, birokrat, militer, tokoh agama, paranormal, dan pengusaha. Kekuatan yang lengkap itu menghasilkan kekuasaan yang sangat otoritarian seolah tidak ada yang bisa menumbangkan.
Mereka yang mewakili kaum intelektual-birokrat ada di lingkaran yang dikomandoi Haman. Haman disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak enam kali. Sumber-sumber dalam Al-Qur’an menyebutkan kisah Haman terjadi setelah kembalinya Musa dari Madyan. Dalam kerajaan Firaun, Haman menempati beberapa posisi strategis kerajaan sebagai menteri, penasihat raja di bidang keagamaan, dan sebagai pelaksana proyek pembangunan menara. Posisi itu oleh Cak Nun disamakan dengan Luhut Pandjaitan dalam pemerintahan Jokowi.
Haman diperintah Firaun untuk membuat menara yang akan digunakan Firaun untuk melihat ”Tuhan Musa”. Pembuatan menara itu membutuhkan 50.000 pekerja dan belum termasuk tukang untuk membuat kuil-kuil. Setelah pembangunan menara selesai, Firaun menembakkan anak panah dari puncak menara untuk memerangi dan mengalahkan Tuhan Musa.
Sementara itu, Qarun yang mewakili kaum kapitalis disebut dalam Al-Qur’an sebanyak empat kali. Dikisahkan pula ia juga sering mengambil harta rakyat secara tidak sah meski ia sudah memiliki ribuan gudang harta melimpah ruah, penuh berisi emas dan perak. Begitu kayanya Qarun, kunci-kunci harta bendanya harus dipikul beberapa orang yang kekar, terlalu berat untuk dibawa satu orang.
Reaksi terhadap video Firaun itu bermunculan. Ada yang memuji, ada yang mengecam. Bahkan, ada yang bertindak cepat dengan melaporkan Cak Nun ke Bareskrim Polri.
Sehari kemudian, Cak Nun membuat siniar bersama anaknya, Sabrang Mowo Damar Panuluh atau yang lebih populer sebagai Noe Letto. Dalam siniar itu, Cak Nun mengaku kesambet dan meminta maaf kepada semua orang yang ”kecipratan” oleh ucapannya. Pernyataan itu dibuat sehari setelah video Firaun viral.
Video kesambet tersebut juga menjadi lebih viral. Diksi kesambet kontan menjadi populer dan dikutip banyak orang. Puluhan orang mengutip istilah itu dan ribuan orang berkomentar di medsos terhadap istilah itu. Berbagai konten mengenai Firaun juga bermunculan. Bahkan, konten lama yang menyebutkan Anies Baswedan –yang ketika itu masih menjadi gubernur DKI– sebagai Firaun juga dikutip kembali dan beredar luas.
Kesambet adalah istilah bahasa Jawa untuk menyebut seseorang yang terserempet kekuatan sejenis makhluk halus atau semacam roh jahat. Di perdesaan Jawa zaman dulu, anak-anak dilarang mendekat ke rumah seseorang yang meninggal dunia karena dikhawatirkan kesambet. Kalau ada iring-iringan jenazah yang lewat menuju permakaman, anak-anak diminta menjauh karena takut kesambet.