UNTUK menggerakkan roda olahraga, dibutuhkan dana besar. Mampukah Erick Thohir mencari dana lebih besar lagi untuk memutar roda PSSI lebih cepat lagi?
Kalau soal mengusahakan dana untuk kemajuan olahraga, Jenderal Wismoyo Arismunandar jagonya.
Kala mantan KSAD itu menjabat ketua umum KONI, dunia olahraga kita hampir tak pernah kekurangan dana. Wismoyo adalah jenderal sangat berpengaruh dan terkenal. Ia bersahabat dengan para pengusaha papan atas yang selalu men-support kemajuan olahraga.
Di eranya, Indonesia menjadi raja olahraga Asia Tenggara. Salah satu warisannya ialah Program Indonesia Emas.
Jangankan untuk olahragawan, wartawan pun ikut merasakan kecukupan dana itu. Menjelang SEA Games 1995 Chiang Mai, sejumlah wartawan terancam gagal berangkat karena keterbatasan dana. Rupanya, itu sampai ke telinga Wismoyo. Ia seperti membalik tangan, belasan jurnalis itu pun akhirnya dapat terbang ke Thailand.
Itulah sebabnya, pucuk pimpinan pengurus olahraga di Indonesia selalu orang berpengaruh. Kalau bukan pejabat tinggi, pasti pengusaha kaya raya. Sementara itu, mantan atlet paling banyak menduduki pos pembinaan, kepelatihan, dan urusan kompetisi.
Bos olahraga dari kalangan pengusaha, kita kenal Bob Hasan. Konglomerat yang berbisnis hasil hutan itu selama bertahun-tahun menjadi ketua umum PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia).
Dikenal sangat royal untuk atletik. Sampai ada istilah uangnya tiada seri untuk dunia atletik. Banyak atlet yang dikirim mengikuti latihan dan kejuaraan dunia ke berbagai negara. Di eranya, sprinter seperti Purnomo dan Mardi Lestari merajai Asia.
Di dunia sepak bola juga pernah ada nama Nirwan Bakrie, salah seorang pemilik raksasa kelompok bisnis Bakrie. Ia juga merogoh kantong yang dalam untuk kemajuan sepak bola.
Proyek PSSI Primavera dan PSSI Baretti di Italia juga campur tangan Nirwan Bakrie. Dari proyek itu, lahir pemain seperti Kurniawan Dwi Julianto, Yeyen Tumena, dan Bima Sakti. Ia juga membangun klub Pelita Jaya yang bertabur bintang di masanya.
Nirwan tak pernah menjadi ketua umum. Tapi, orang paham, posisinya sebagai ketua BTN (Badan Tim Nasional) sangat berpengaruh di pentas sepak bola nasional. Kala itu ketumnya: Menteri Perhubungan Azwar Anas.
Pengganti Azwar, Agum Gumelar, juga orang berpengaruh. Juga menteri perhubungan. Di era Agum, karena situasi politik, kompetisi dihentikan. Tapi, dengan pengaruh mantan Danjen Kopassus tersebut, final antara Persebaya vs PSIS berhasil diselenggarakan di Manado. Agum yang juga jenderal mengerahkan pesawat Hercules TNI untuk mengangkut logistik dan panitia kompetisi.
Kini PSSI dipimpin Erick Thohir yang juga menteri BUMN. Bahkan, ada dua menteri di kepengurusan kali ini. Erick ketum dan Menpora Zainudin Amali yang menjadi salah satu wakil ketum.
Akan terasa aneh sekali kalau Amali tetap rangkap jabatan. Menpora itu posisinya sebagai pembina olahraga karena mewakili pemerintah dan negara. Bayangkan kalau acara seremonial PSSI, bila Amali hadir sebagai menpora tentu akan memberikan pidato pengarahan. Padahal, di PSSI, ia bawahan Erick.
Begitu juga saat PSSI menghadap presiden, otomatis menpora yang mendampingi presiden. Amali sebagai tamu atau tuan rumah. Rancu juga. Memang sebaiknya Amali memilih salah satunya. Kalau memilih pindah ke PSSI, seperti kabar selama ini, pilihan ”turun kelas” itu jauh lebih baik daripada bertahan rangkap jabatan.