Opsi Mengobati Scabies Ternak dengan Daun Ciplukan

Senin 27-02-2023,12:56 WIB
Oleh: Retna Christa

Oleh
Poedji Hastutiek
Guru Besar
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

Kita sering mendengar istilah penyakit scabies. Itu adalah penyakit kulit yang menimpa kucing. Namun, sebenarnya scabies lebih banyak menimpa hewan ternak. Bahkan juga pada manusia. Bagaimana pengobatannya?
---

SCABIES atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Diperkirakan lebih dari 300 juta penduduk bumi terinfestasi setiap tahun. Di Indonesia, penyakit ini termasuk penyakit hewan menular dalam daftar B. Dan telah diatur dalam pencegahan, pemberantasan, dan pengobatannya. Scabies juga masuk dalam emerging/re-emerging parasitic disease yang dapat mengancam kesehatan hewan maupun manusia.  
        
Studi untuk pengetahui prevalensi scabies dilakukan di daerah tropis padat penduduk. Lima negara dengan kasus scabies tertinggi yakni Indonesia, Tiongkok, Timor Leste, Vanuatu, dan Fiji. Penularan penyakit melalui kontak langsung orang per orang, atau dengan benda yang tercemar sehingga morbiditas tinggi.

Scabies pada manusia menimbulkan gejala klinis berupa gatal. Meski tampaknya ’’hanya penyakit kulit’’, jika disertai infeksi sekunder, penyakit itu dapat mengancam jiwa.

Masyarakat miskin dan kurang akses terhadap perawatan kesehatan berisiko tinggi terjangkit scabies. Terutama anak-anak dari masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang tertutup atau berkelompok, dengan tingkat sanitasi dan sosial ekonomi relatif rendah.

Penyakit ini disebabkan pola dan kebiasaan hidup yang kurang bersih dan benar. Salah satu yang dominan, antara lain, penyediaan air yang kurang atau kehidupan bersama dengan kontak relatif erat. WHO secara resmi menetapkan scabies sebagai penyakit tropis yang terabaikan (neglected tropical disease).

Scabies Pada Ternak

Pada hewan ternak, penularan scabies terjadi akibat kontak langsung. Baik antara ternak yang sakit dengan yang sehat, antara hewan piaraan, maupun antara hewan piaraan dan hewan liar. Masuknya ternak baru yang subklinis scabies, alat-alat peternakan yang tercemar, bekas kandang hewan penderita scabies, dan peternak yang terkena scabies, merupakan sumber penularan potensial.

Penyakit ini menyerang individual, kemudian meluas ke populasi. Ada kecenderungan ternak dengan kondisi jelek lebih rentan terhadap penyakit. Khusus pada ternak muda, angka kematian mencapai 50 persen, tergantung kondisi dan lingkungannya.


CONTOH hewan ternak yang terserang scabies. -Frontiers-

Sarcoptes scabiei memiliki host range yang sangat luas. Artinya, ia tidak memiliki spesifisitas host. Ia dilaporkan menduduki rangking kedua setelah New Castle Disease (ND) dari penyakit-penyakit yang menyerang ternak.

Tungau Sarcoptes telah dilaporkan menginfeksi lebih dari 100 spesies mamalia. Termasuk manusia dan hewan domestik. Misalnya kambing, babi, sapi, kelinci, anjing, dan kucing. Babi dan kambing lebih peka terhadap scabies.

Tungau ini juga menyerang hewan liar di seluruh dunia. Di Australia, misalnya, ia menyerang wombat, musang, dingo, dan hewan liar lainya. Scabies bersifat endemis. Kadang dapat terjadi wabah yang menyerang sebagian ternak.  

Scabies lebih sering menyerang hewan muda, hewan yang stres, malnutrisi, immunocompromised, dan ditularkan secara cepat karena overcrowded. Hewan yang terserang S. scabiei mengalami penurunan kondisi tubuh. Sehingga ini berdampak terhadap ekonomi peternak. Karena penyakit ini menurunkan produksi daging dan kualitas kulit.

Tungau Sarcoptes termasuk ektoparasit obligat yang berkembang di dalam kulit. Ia membentuk terowongan yang menyebabkan iritasi dan gatal yang terus menerus, sampai menyebabkan luka. Gejala klinis pada hewan yang terserang berupa gatal-gatal (menggosok-gosokkan badan), luka pada kulit, dan bulu rontok.

Pengobatan 

Pengobatan scabies masih dilakukan dengan injectie scabicides. Salah satunya dengan ivermectin. Namun, obat tersebut relatif mahal, serta jarang ada di pasaran. Dan hanya untuk pengobatan, bukan pencegahan. Selain itu, kurang efisien diberlakukan pada ternak berjumlah besar. Dan bisa terjadi infeksi berulang jika pemeliharaan ternak kurang memperhatikan sanitasi kandang.

Untuk mencegah dan mengendalikan scabies, kita perlu memperhatikan pola hidup, sanitasi, pemindahan hewan, karantina, dan pengobatan. Pemindahan hewan dari satu tempat ke tempat lain perlu penanganan serius.

Prevalensi scabies pada manusia dan hewan sangat tinggi. Sehingga kerugian ekonomi yang ditimbulkan sangat besar, namun kontrol penyakit ini sangat terbatas. Tungau S. scabiei sangat menular. Kasus scabies meningkat karena kegagalan pengobatan yaitu terjadi adanya reinfeksi pengobatan tidak dilakukan dengan baik, adanya resistensi tungau terhadap obat, adanya imunosupresi. Sehingga perlu dilakukan pengembangan vaksin yang spesifik sebagai pilihan untuk kontrol penyakit.   

Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas scabies, diperlukan program vaksinasi. Pengembangan penelitian vaksin dengan bahan baku protein terlarut dari tungau yang bersifat imunogenik di Indonesia belum banyak dilakukan. Vaksinasi pada kambing dengan extract mites S. scabiei memberikan kekebalan partial.

Pengembangan teknologi molekuler untuk vaksin scabies masih terus dilakukan. Namun problem utama yang dihadapi oleh peneliti mengalami kesulitan mendapatkan tungau S. scabiei dalam jumlah banyak.   

Bahan Alami

Untuk mengatasi scabies, peternak tradisional banyak menggunakan bahan alami. Misalnya daun permot (ciplukan blungsun), daun delima, dan daun jeruk.


DAUN PERMOT, atau ciplukan, menjadi salah satu alternatif bahan pengobatan scabies pada ternak. -Dreamstime -

Sudah ada penelitian untuk mengeksplorasi metabolit sekunder dari daun permot. Dari daun itu, diperoleh bahan aktif yakni alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Alkaloid sebagai racun kontak dan racun perut yang memiliki kemampuan menembus kutikula serangga dan membunuh secara perlahan yang diikuti dengan aktivitas makan yang terhenti (stop feeding action/antifeedant).

Flavonoid masuk melalui kutikula yang melapisi tubuh sehingga dapat merusak membran sel tungau dan berperan langsung sebagai antibiotik dan antiseptik yang dapat membunuh tungau. Terpenoid sebagai antibakteri dan acarida, karena mengandung senyawa isopyhtol dan phytol. Sedangkan daun permot berpotensi untuk dikembangkan menjadi bioacarisida yang ramah lingkungan.

Bahan-bahan herbal ini bisa menjadi opsi yang bagus. Karena relatif lebih mudah didapatkan dan lebih murah. Terutama buat peternak tradisional. Namun, dosis dan aplikasinya harus juga tepat, sehingga efektif sebagai obat scabies. (*)

Kategori :