Entah itu berarti kemunduran kondisi isi kepala David atau beda pandangan antara dokter dan pengacara. Tapi, jelas beda.
Karya ilmiah enam ahli saraf Amerika Serikat –yakni Graham Teasdale, Andrew Maas, Fiona Lecky, Geoffrey Manley, Nino Stocchetti, Gordon Murray– yang bertajuk The Glasgow Coma Scale at 40 years: standing the test of time (13 Agustus 2014), memaparkan sebagai begrikut.
GCS diterbitkan kali pertama pada 1974 oleh Fakultas Kedokteran University of Glasgow, AS. Pencetusnya guru besar bedah saraf di sana, Prof Graham Teasdale dan Bryan Jennett.
Penggunaan GCS meluas pada 1980. Ketika edisi pertama advanced trauma and life support (ATLS). ATLS adalah program pelatihan untuk penyedia medis dalam pengelolaan kasus trauma akut yang dikembangkan American College of Surgeons. ATLS merekomendasikan penggunaan GCS pada semua pasien trauma kepala. Fokus pada otak.
Lanjut, pada 1988 World Federation of Neurosurgical Societies (WFNS) menggunakannya dalam skala penilaian pasien dengan perdarahan subarachnoid. Sejak itu GCS digunakan di seluruh dunia.
Premisnya: Manusia yang pingsan, lebih dari lima belas menit, setelah melalui proses standar tetap tidak sadar, maka perlu diperiksa dengan GCS. Bisa diterapkan pada manusia semua usia.
Indikator tubuh yang diperiksa ada tiga, berurutan: 1) Pembukaan kelopak mata. 2) Respons verbal. 3) Respons motorik. Urutan itu disusun sesuai tahapan orang pingsan. Buka mata. Verbal. Barulah motorik.
Hasil pengamatan di tiga indikator itu dikumpulkan. Lalu, dirumuskan menjadi skor GCS atau tingkat keparahan koma. Hasil skor GCS, diakui pencetusnya sejak awal diterbitkan, tidak 100 persen akurat menggambarkan kondisi otak pasien. Namun, hasil GCS merupakan ringkasan sangat berguna bagi pemeriksaan lanjut.
Skor GCS terendah 3 (orang koma bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun). Tertinggi (normal) 15. Secara sederhana kalkulasinya adalah sebagai berikut.
1) Buka mata (Eye - E). Terdiri atas empat item: a) Tidak pernah membuka mata. b) Mata terbuka jika pasien merasa sakit. c) Pasien membuka mata jika ada suara. d) Pasien membuka mata tanpa ada stimulus apa-apa. Nilai terbaik ada pada item ”d”. Nilai terbaik diberi skor 4.
2) Respons verbal (Verbal - V). Terdiri atas lima item: a) Tidak ada tanggapan lisan. b) Pasien bersuara, tapi tidak bisa dimengerti. Misalnya, bergumam. c) Kata-kata yang tidak pantas. d) Bingung. e) Berorientasi. Nilai terbaik (dari akumulasi item tersebut) diberi skor 5.
3) Motorik (M). Terdiri atas enam item: a) Tidak ada respons motorik. b) Ekstensi abnormal terhadap nyeri. c) Fleksi abnormal terhadap nyeri. d) Penarikan dari rasa sakit. e) Lokalisasi rasa sakit. f) Mematuhi perintah. Nilai terbaik (dari akumulasi item) diberi skor 6.
Maka, orang normal punya E, V, dan M sempurna. Skornya: 15.
Pada kasus David, seperti dikatakan Franz, ketika baru masuk RS skor, GCS-nya 4. Lima hari kemudian (Sabtu, 25 Februari 2023), menurut Franz, skornya jadi 8 sampai 9. Yang berarti, David sudah lulus di GCS tahap 1 dan 2.
Sedangkan laporan pengacara Hamzah kepada pers, Sabtu, 4 Maret 2023: ”David masih koma. Masih kritis lah.”
Tidak terlalu penting perbedaan itu buat publik. Tapi, terlalu sangat penting bagi keluarga David yang hari-hari ini sangat sedih, berharap kondisi terbaik buat David. Juga, mohon doa seluruh masyarakat Indonesia.