JAKARTA, HARIAN DISWAY - KPK belum puas mengirim Saiful Ilah, mantan bupati Sidoarjo, ke penjara. Baru 14 bulan keluar dari lembaga pemasyarakatan (Lapas), pria 73 tahun itu ditahan lagi oleh KPK. Selasa, 7 Maret 2023, suami Anni'matus Sa'diyah itu kembali memakai rompi oranye (seragam tersangka KPK).
Kasusnya masih ada kaitannya dengan kasus yang pernah mengantarnya menjadi narapidana korupsi tiga tahun silam. Kini dia diduga menerima gratifikasi senilai Rp 15 miliar saat menjabat sebagai bupati. Saiful menjadi bupati Sidoarjo dua periode, yakni 2010-2015 dan 2016-2020.
BACA JUGA:Yasinta Pamit Bupati Sidoarjo ke Ajang Puteri Indonesia
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Saiful ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK di Gedung K4, Setiabudi, Jakarta. Ia ditahan selama 20 hari ke depan. ”Masa penahanan berlaku sejak 7 Maret 2023 hingga 26 Maret 2023. Itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan, ” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
-Grafis: Annisa Salsabila-Harian Disway-
Menurut Alex, saat menjadi bupati, Saiful sering menerima gratifikasi dari pihak swasta, aparatur sipil negara (ASN), dan direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
”Gratifikasi yang diterima SI (Saiful Ilah) dalam bentuk uang maupun barang. Pemberian itu sebagai hadiah ulang tahun, uang Lebaran, hingga fee atas penandatanganan sidang peralihan tanah Gogol Gilir,” ungkap Alex.
Dalam melakukan transaksi, Abah Ipul –sapaan Saiful Ilah– biasanya menerima secara langsung berupa uang. ”Diberikan dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing seperti dolar Amerika dan beberapa pecahan mata uang asing lainnya,” ungkap Alex.
Tak jarang Saiful mendapat gratifikasi berupa barang. Dalam catatan KPK, barang yang diterima antara lain emas batangan seberat 50 gram, jam tangan, tas, dan telepon seluler. ”Untuk melakukan pengembangan kasus ini, kami juga memanfaatkan data LHA PPATK dan accounting forensik oleh direktorat analisis dan deteksi korupsi KPK,” kata mantan hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta, itu.
Kasus yang menjerat Saiful ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjeratnya pada 2020. Saat itu ia dinyatakan bersalah karena menerima suap proyek infrastruktur senilai Rp 600 juta. Ia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Setelah proses banding dan kasasi, hukumannya dikorting menjadi dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Ia pun bebas pada 7 Januari 2022.
WAKIL Ketua KPK Alexander Marwata menggelar konferensi pers dan -Tangkapan Layar YouTube KPK-
Kasus baru Saiful Ilah ini disoroti oleh Mudzakkir, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia. Dosen kampus tertua di Indonesia itu heran mengapa kasus gratifikasi yang diperkarakan KPK saat ini tidak sekalian masuk pada perkara sebelumnya. Dengan model seperti ini, kata Mudzakkir, KPK itu buang-buang anggaran. Akhirnya, uang negara habis hanya untuk kasus yang ditangani KPK berulang-ulang.
“Besar loh itu anggarannya. Buat dakwaan ada anggarannya. Makan tersangka dalam penjara. Membawa tersangka dari Jakarta sidang ke Sidoarjo juga menggunakan anggaran negara. Ini hanya membuat beban negara semakin besar,” katanya.
Menurutnya, KPK seharusnya sudah menuntaskan kasus itu sejak awal perkara itu bergulir. Sehingga, penetapan yang dilakukan penyidik KPK saat ini kurang tepat. Sebab, terlihat seperti mengangsur sebuah perkara yang dilakukan di saat yang hampir bersamaan.
“Ia (Saiful Ilah) sudah menjalani pidana. Sudah dipenjara. Seharusnya, semua tindak pidana yang dilakukan dulu harus dibongkar. Jangan satu per satu. Lain halnya, ketika Saiful sudah dipenjara, keluar melakukan hal yang sama, berarti ia residivis,” terangnya.