SURABAYA, HARIAN DISWAY- Beberapa tahun belakangan budaya thrifting (berbelanja pakaian bekas) memang makin marak. Toko baju bekas impor menjamur di mana-mana. Namun, para pelaku usaha agaknya mulai ketir-ketir.
Itu karena Presiden Joko Widodo geram melihat banyaknya baju bekas impor yang masuk ke Indonesia. Sebab, bisnis tersebut dinilai mengancam industri tekstil dalam negeri. Jokowi pun melarang keras dengan meminta lembaga terkait untuk menelusuri.
Kabarnya, baju bekas impor masuk ke Indonesia lewat berbagai lintasan, baik darat maupun laut. Tentu dengan berbagai modus. Itu diungkap Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan.
Sepanjang 2022, DJBC telah menindak impor baju bekas ilegal itu sebanyak 234 kali. Nilai barangnya diperkirakan mencapai Rp 24,21 miliar. Naik dari tahun sebelumnya yang 165 kali penindakan dengan nilai barang Rp 17,42 miliar. Tahun 2020, sebanyak 169 kali penindakan dengan perkiraan senilai Rp 10,37 miliar.
”Permasalahan importasi pakaian bekas ilegal seharusnya bukan hanya menjadi tanggung jawab satu instansi pemerintah,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Nirwala Dwi Heryanto dalam keterangan resminya.
Tetapi, diperlukan sinergi dan koordinasi antarinstansi terkait. Dengan demikian, permasalahan dari hulu ke hilir dapat diselesaikan.
Misalnya, dari aspek regulasi dan sosialisasi di Kementerian Perdagangan, pengawasan di daerah perbatasan oleh DJBC, polairud, dan TNI-AL. Juga, pemeriksaan atas pakaian impor bekas yang dilakukan sampai ke tingkat pengecer atau ritel oleh aparat penegak hukum terkait.
Sejauh ini, titik rawan masuknya impor pakaian bekas ilegal itu tersebar di sejumlah wilayah. Di pesisir timur Sumatera, Batam, Kepulauan Riau via pelabuhan tidak resmi. Modusnya disembunyikan pada barang lain (underclare).
Di Kalimantan Barat seperti Jagoi Babang, Sintete, dan Entikong pun sama. Modusnya dengan menyembunyikan pakaian bekas pada barang pelintas batas, barang bawaan penumpang, atau menggunakan jalur-jalur kecil melewati hutan yang sulit terdeteksi petugas perbatasan.
Pelarangan impor baju bekas itu tentu meresahkan bagi para pelaku usaha. Terutama para pedagang eceran baju bekas tersebut. Sebab, selama ini mereka menjadikannya sebagai mata pencaharian.
”Saya dan teman-teman pengecer gak pernah tahu barang-barang itu dari mana,” jelas founder Jatim Thrift Shop Community Nuh Satrio Prabu Pamungkas saat dihubungi kemarin.
Ia pun merasa keberatan apabila ada pelarangan tersebut. Lebih baik, kata Tio, pemerintah menarik pajak saja. ”Toh, pasti mau bayar kok. Mau diberantas dari hulu juga sulit, demand-nya juga tinggi,” ungkapnya. (*)