SURABAYA, HARIAN DISWAY- Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjalani safari ke masjid-masjid legendaris di Jatim. Serta, mendatangi makam-makam tokoh Islam yang memiliki peran besar dalam pembangunan peradaban dan keagamaan di Jatim.
Salah satu yang baru saja didatangi adalah masjid Jami di Gresik. Di sekitar rumah ibadah itu, terdapat makam Habib Abu Bakar Bin Muhammad Umar Assegaf. Ziarah itu dilakukan, setelah menunaikan salat tarawih bersama Bupati Gresik Fandi Akhmad, Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah, dan masyarakat sekitar. Dalam ziarahnya, Ketum PP Muslimat NU itu tampak khusyuk berzikir doa. Sekaligus menabur bunga di makam dua tokoh tadi. Khofifah menceritakan, kehidupan Habib Abu Bakar Assegaf memiliki keteladanan yang luar biasa. “Selain sederhana, beliau orang yang soleh dan alim. Dikenal memiliki karomah dari Allah,” katanyi. Dari berbagai referensi yang dibacanyi, semasa hidup, habib itu merupakan pimpinan wali sedunia. Sehingga, Habib Abu Bakar mendapat julukan Al Qutb atau pimpinan para wali. Kedalaman dan kejernihan hati yang dimilikinya, telah melahirkan pelajaran hidup yang sangat besar dan bermanfaat bagi manusia. Khususnya, kesederhanaan dan menolong sesama yang benar-benar membutuhkan. Untuk mengenang perjuangannya sebagai seorang ulama, di Gresik terdapat tradisi haul setiap tahun. Bertepatan pada 17 Dzulhijjah. Pusat acara difokuskan di kediamannya Jalan KH. Zubair dan Masjid Jami’ (Gresik depan alun-alun). “Acara ini selalu menjadi magnet bagi ribuan peziarah yang datang dari banyak penjuru negeri. Khususnya masyarakat Jawa Timur maupun para tokoh-tokoh politik,” terangnya.Masjid Jami' Gresik dibangun oleh saudagar perempuan: Nyai Ageng Pinatih, pada 1412 M. Sementara, tanah tempat rumah ibadah itu berdiri, merupakan hadiah dari raja Brawijaya ketika itu.
Dari ilmu agama para gurunya, yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim dan Raden Rahmatullah alias Sunan Ampel di Surabaya, yang keduanya juga mahir ilmu dagang, Nyai Ageng Pinatih mampu menyebarkan Islam kepada warga di tanah Gresik. Nyai Ageng Pinatih menyadari bahwa menyebarkan Islam tidak hanya ilmu agama. Harus diimbangi dengan kekuatan ekonomi. Dengan kapal yang dimilikinyi, mampu menjual hasil bumi ke wilayah lain. Mulai wilayah Majapahit maupun Blambangan serta wilayah lain. “Dari Nyai Ageng Pinatih ini, kita belajar bahwa sejak zaman dahulu kala kebangkitan agama juga harus berseiring dengan kemandirian ekonomi,” ungkapnyi. Nyai Ageng Pinatih adalah sosok yang berhasil dalam berdagang. Terbukti dengan banyaknya kapal dagang yang dimilikinyi. Pun, 1458 M, kerajaan Majapahit mengangkatnyi menjadi syahbandar pelabuhan Gresik. Tugasnya memungut bea cukai dan mengawasi kapal-kapal dagang asing. Dia menjadi syahbandar terkenal di zamannya. Serta perempuan pertama di Nusantara yang mengurusi bea cukai. Sampai meninggal di 1478 Masehi, Nyai Ageng Pinatih dikenal sebagai ulama perempuan yang juga menjadi kepala pelabuhan era Kerajaan Majapahit.
Ke Masjid Agung Sewulan (Kyai Ageng Basyariah) Leluhur KH. Abdurrahman Wahid Safari ramadan Khofifah juga berlanjut di malam ketujuh Ramadhan 1444 Hijriyah. Ketika itu, usai salat tarawih, dia berziarah ke makam leluhur Gus Dur. Yakni Kyai Ageng Basyariah. Makamnya di Dusun Sewulan Wetan, Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Menurutnyi, Kyai Ageng Basyariah ini adalah sosok ulama yang konsisten mengajarkan nilai-nilai spiritual sebagai lokomotif perubahan. Salah satu keberhasilannya adalah memperjuangkan Sunan Pakubuwono II dalam perebutan tahta Mataram Kartasura melawan Sunan Kuning. “Kyai Ageng Basyariah ini adalah pemimpin juga ulama. Dengan kedalaman ilmu agama yang dimiliki, Kyai Ageng berperan besar atas kembalinya kekuasaan Kasunanan Pakubuwono II,” tuturnyi. Kyai Ageng Basyariah atau Raden Mas Bagus Harun adalah leluhur dari Presiden keempat RI KH. Abdurrahman Wahid dari KH. Wachid Hasyim. Kyai Ageng Basyariah ini, dikenal sebagai sosok yang cerdas, alim, dan tawadhu. Bagus Harun (Basyariah) adalah Putranya Adipati Ponorogo yang menjadi Santri di Tegalsari, Ponorogo. Sewaktu Paku Buwono II mengungsi ke Tegalsari karena Keraton Solo direbut oleh Mas Garendi (Sunan Kuning). Paku Buwono II minta tolong kepada Kyai Tegalsari Ponorogo untuk membantunya. Kyai itu langsung memerintahkan santrinya: Bagus Harun (Basyariah). Setelah berhasil mengalahkan Raden Mas Garendi, akhirnya Bagus Harun (Basyariah) mendapat hadiah berupa Songsong dari Paku Buwono II. Kemudian RM. Bagus Harun pulang ke Tegalsari Ponorogo, mendapatkan Tanah Perdikan di Sewulan. Lalu, didirikanlah masjid dan pesantren. Untuk dakwah agama Islam oleh Bagus Harun. Atas jasa perjuangannya, Kyai Ageng Basyariah hendak dijadikan Adipati Banten. Namun ia menolak dan memilih kembali ke pesantren. “Sifat tawadhu' beliau perlu diteladani. Bahwa saat menggenggam keberhasilan, harus tetap rendah hati,” imbuhnyi. Pada 1.740 M, Kyai Ageng Basyariah mendirikan Masjid Agung Sewulan. Hingga saat ini, masjid itu masih berdiri kokoh. Masjid Agung Sewulan ini memiliki corak bangunan khas Jawa yang tetap dipertahankan. Atap yang terdiri dari tiga susun, disertai kolam air untuk cuci kaki, dan gapura yang masih kokoh. Sementara nasab yang ditarik dari garis nenek Gus Dur, masih keturunan dari Bagus Harun. Pada masa kecilnya, Gus Dur pernah tirakat di Sewulan. “Apabila dirunut ke atas, Bagus Harun anaknya Adipati Ponorogo yang merupakan cucu buyutnya Panembahan Senopati. Jika ditarik lebih keatas lagi, beliau merupakan keturunan dari salah satu Raja Majapahit Bhre Brawijaya,” ungkapnyi.