Sementara itu, Nurhadi sudah divonis hukuman enam tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021. Majelis hakim menetapkan, Nurhadi terbukti menerima suap Rp 35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak Rp 13,787 miliar.
Ketika menggeledah rumah Dito, selain menyita berkas-berkas dokumen, KPK menyita 15 senjata api. Semua senjata itu diserahkan pihak KPK kepada Mabes Polri. Lalu, Polri meneliti semua senjata api itu.
Hasilnya, sembilan senjata api dinyatakan ilegal. Semua itu bukan senjata rakitan alias asli pabrikan. Bukan kaleng-kaleng. Melainkan, senjata keren-keren.
Ada pistol Glock kaliber 17 dan kaliber 19 Zev. Ada senapan Noveske Rifleworks. Ada revolver Smith & Wesson (S&W) pistol yang pelurunya dimasukkan ke tabung berputar. Pistol itu dibikin di Springfield, Massachusetts, AS.
Bahkan, ada senapan serbu AK-101 kaliber 5,56 x 45 mm. Itu senjata untuk perang konvensional, perang gerilya di hutan, juga perang kota.
Maka, Dito dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Diancam hukuman mati.
Bunyi Pasal 1 ayat 1: ”Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua-puluh tahun.”
Terus, bagaimana hasil penyelidikan KPK? Masih dalam proses. Tapi, perkara yang semula sepele itu ternyata berliku-liku dan ke mana-mana.
Benarkah Dito anaknya pemilik Taman Mini Indonesia Indah? Bukankah kepemilikan saham Taman Mini sudah beralih ke negara.
Direktur Eksekutif TMII I Gusti Putu Ngurah Sedana kepada pers mengatakan, sejak 1 April 2021 pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah telah berpindah tangan dari Yayasan Harapan Kita ke pemerintah Indonesia.
Jadi, tidak ada kepemilikan pihak swasta di situ. Tapi, ternyata Brigjen Sampurno pernah ditunjuk Presiden Soeharto sebagai general manager Taman Mini Indonesia Indah selama 18 tahun. Dan, Sampurno sudah meninggal pada 1999 atau 24 tahun silam.
Mungkinkah berliku-likunya perkara tersebut masih terkait sejarah lama itu? Padahal, sudah sangat lama. Masihkah berpengaruh sampai sekarang?
Polisi sudah bertindak tegas. Akan menyatakan Dito buron jika sekali lagi mangkir dari panggilan selaku tersangka. Jadi, tidak ada kaitannya dengan sejarah masa silam itu. Entah bagi tersangka. (*)