Srikandi dan Joker, Interpretasi Perupa Surabaya Maknai Kotanya

Rabu 03-05-2023,18:02 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Heti Palestina Yunani

SURABAYA – HARIAN DISWAY – Beragam interpretasi perupa terhadap kota dituangkan lewat lukisan. Bertajuk City Scape, sebanyak 34 lukisan dipajang. Hasil karya 25 pelukis. Dipajang hingga 8 Mei nanti.

Mereka yang sedang unjuk karya itu adalah perupa-perupa yang tergabung dalam KOPLAK atau Komunitas Pelukis Akrilik, pimpinan Muit Arsa. Memenuhi ruang Galeri Prabangkara, Taman Budaya Jawa Timur (TBJT), anggota KOPLAK punya tangkapan dari berbagai sisi kota. "Dari segi apa pun. Bebas,” ujar Muit.

Kebetulan Muit juga salah satu peserta pameran. Ia memajang karyanya berjudul Srikandi. Karakter Mahabharata itu seperti biasa, sangat anggun sekaligus perkasa. Di bagian bawah sosoknya, terdapat objek gedung-gedung kesenian di Surabaya. Seperti Balai Pemuda dan Pendapa Jayengrana di kompleks TBJT.
Lukisan karya Srikandi yang dibawa Muit Arsa untuk pameran City Scape. -Elvina Talitha Alawiyah-

Lukisan itu seperti menunjukkan bahwa geliat seniman perempuan di Surabaya telah hidup. Arti lainnya, dalam perspektif kota, Muit seolah ingin menunjukkan bahwa seni budaya berikut kesenian adalah pondasi pembangunan kota.

Gedung-gedung kesenian itu adalah representasi kebudayaan. Sedangkan sosok Srikandi di bagian atas melambangkan keanggunan sekaligus ketangguhan. Meski perempuan, tapi Srikandi begitu perkasa. Dia menjadi penentu kemenangan Pandawa terhadap Kurawa, simbol angkara murka.

Pelukis lain, Yoppy Anugrah, memajang karyanya berjudul Ladies Night. Lukisan itu menggambarkan para perempuan, bisa dibilang pekerja malam atau para sosialita. “Jangan lupakan kota dengan gemerlap malamnya. Tentang apakah maknanya negatif atau positif, terserah penikmat,” ujar perupa 38 tahun itu.

Perupa Arief Wong mengusung genre ekspresionisme. Lukisannya berjudul All Can. Seekor kuda dengan anatomi yang mengalami deformasi, berikut bentuk kepalanya. Lekuk-lekuk tubuhnya tak selalu halus, tapi juga kaku dan kasar. Aksen warna menciptakan gerak dinamis dan gejolak emosi kuda itu.

“Kuda ini adalah saya sebagai subjek, warga kota. Kadang kesulitan dalam menyamai ritme gerak masyarakat yang selalu serba cepat. Maka saya selalu menoleh ke belakang,” ujarnya, kemudian menunjuk kepala objek kuda itu yang menoleh ke belakang. “Artinya selalu melihat ke belakang, melihat pembelajaran demi pembelajaran yang pernah saya alami. Sebagai bekal menghadapi kerasnya kota,” tambahnya.
Seorang pengunjung yang cermat melihat lukisan berjudul All Can karya Arief Wong. -Elvina Talitha Alawiyah-

Sedangkan perupa Cholis Rajaba, memajang lukisan berjudul Dinamika Perkotaan. Teknik realisnya cukup bagus. Ia menampilkan figur anak laki-laki bertelanjang dada dengan ekspresi merintih, membawa dua karung di tangan kecilnya. Berjalan di halaman kompleks Alun-alun Surabaya atau Balai Pemuda.
Lukisan berjudul Dinamika Perkotaan karya Cholis Rajaba yang memasang profil Joker dan seorang anak. -Elvina Talitha Alawiyah-

Figur Joker, musuh Batman yang diperankan Joaquin Phoenix tampil sebagai latar dengan senyumnya yang menyeringai. Balai Pemuda sebagai representasi Kota Surabaya. Sedangkan anak kecil dan Joker, dapat dimaknai sebagai pola perubahan psikis. Kehidupan yang tertekan, ekonomi yang sulit serta segala keadaan yang membuat miris, kelak dapat menjadikan anak itu sebagai sosok yang kejam. Sebagaimana Joker yang dilukis dengan sedikit samar. Tokoh itu menjadi jahat, karena ketidakadilan dan ketimpangan sosial, yang dialaminya sejak kecil. (Guruh Dimas Nugraha)

Kategori :