BALI, HARIAN DISWAY - Tangan kecil anak-anak itu dengan lihai memainkan pangrupak atau pisau kecil. Mengukir di atas daun lontar menggunakan aksara Bali, dengan kata yang telah mereka tentukan.
Seperti I Wayan Eka Fadlan Mahardhika. Ia menulis nama "Janardhana Dipa Gantari" di daun lontar yang dipegangnya. Anak 13 tahun itu telah paham betul cara menuliskan kata dan kalimat menggunakan aksara Bali. Pun cara mengguratkannya di atas daun lontar.
Kegiatan menulis di daun lontar merupakan tradisi turun temurun yang ada di Jawa dan Bali. Di Jawa, tradisi itu mungkin telah redup. Sedangkan di Bali, meski masih eksis, peminatnya mulai berkurang. Dulu, di berbagai pasraman atau balai yang ada di tiap desa, mengajarkan hal itu untuk anak-anak. Tapi, saat ini sudah jarang terlihat.
Alit Indonesia, lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan anak, sosial masyarakat dan kebudayaan, tergerak untuk melestarikan kembali budaya itu. Mereka memulainya di kawasan Tampak Siring. Seperti yang mereka lakukan pada Senin, 29 Mei 2023.
Dua koordinatornya, Putu Marsellia Putri dan Dewa Ayu Dyah Laksmi, membimbing anak-anak itu di ruang Jabe Pura Dalem Agung, atau balai di halaman depan Pura Dalem Agung, Tampak Siring. "Kegiatan ini telah kami lakukan sejak 2020. Implementasi dari program Waskita yang dijalankan Alit Indonesia. Yakni penanaman kecintaan terhadap seni budaya untuk anak-anak," ungkap Laksmi.
Kini, tim Alit Indonesia cabang Bali telah membuka pengajaran menulis di atas lontar di semua pasraman di Kecamatan Tampak Siring. "Jumlah anak yang mengikuti program Alit dalam menulis lontar, secara keseluruhan ada 120. Jadi tradisi itu kembali lestari di kawasan ini," ujar Putu.
Di Jabe Pura Dalem Agung, terdapat 15 anak yang hadir. Mereka tekun mengikuti pelatihan yang diberikan oleh Laksmi dan Putu. Beberapa dari mereka bahkan telah mahir dan terbiasa menulis di daun tersebut, menggunakan pangrupak. (Guruh Dimas Nugraha)