BALI, HARIAN DISWAY - Bale Dangin, ruang tengah kediaman I Nyoman Arjawa. Di situ ia mempertontonkan kelihaian menarinya. Tahap awal, ia melakukan semacam "senam jari" atau melenturkan jari jemari telapak tangan dan kaki. Kemudian memijatnya hingga berbunyi.
Tahap itu harus dilakukan penari Bali yang kerap memainkan jari-jemari tangan dan kaki, berpadu dengan gerak tubuh. "Perlu adanya pelemasan. Istilahnya pemanasan sebelum menari," ungkapnya.
Arjawa kemudian menyalakan musik gamelan Bali melalui speaker miliknya. Gamelan Bali bertalu. Ia mulai dengan gerakan seperti membuka tirai. Sebab, dalam latar panggung, selalu terdapat tirai pembatas. Seorang penari Bali wajib membuka tirai itu terlebih dulu sebelum tampil ke tengah-tengah penonton.
Matanya terbuka lebar. Melirik kiri dan kanan. Kepalanya menggeleng, mengikuti tempo musik dengan tepat. Berjalan dengan tegas ke berbagai arah, lantas memungkasinya dengan satu gerakan dan senyum yang mengembang.
"Itu tadi tari baris. Tanpa topeng. Semua penari di Bali, harus menguasai tari baris terlebih dulu sebagai dasar. Baru kemudian mampu menguasai tari lainnya," ungkap pria 51 tahun itu. Setelah itu, ia hendak menari topeng. Tapi sebelumnya, Arjawa melakukan proses meditasi dan berdoa dulu di depan topeng-topeng koleksinya.
Ia menyalakan dupa, dan merapal doa. Setelah usai, ia mengambil satu topeng berwajah tegas. Gambaran rupa seorang prajurit kerajaan Bali zaman lampau. Gerakannya pun sesuai dengan karakter wajah topeng itu.
Karier Arjawa sebagai penari telah berjalan selama 20 tahun. Hingga kini, Arjawa tak pernah meminta bayaran saat menari. Apa pun eventnya. Kecuali, jika ia diminta menari di tempat yang jauh. Misalnya di luar Bali. Padahal, piranti untuk menari harganya mencapai 25 juta. Karena baginya, menari adalah keiklasan. (Guruh Dimas Nugraha)