Belajar dari Rwanda, Ngerinya Kejahatan karena Kebencian

Rabu 31-05-2023,13:26 WIB
Oleh: Tofan Mahdi*

Crime by Hate

Apa yang terjadi di Rwanda, juga dialami masyarakat Yahudi pada masa Perang Dunia II, adalah bentuk-bentuk kejahatan karena kebencian (crime by hate). Tidak hanya genosida terhadap kaum Yahudi dan etnis Tutsi di Rwanda, banyak sekali sejarah kelam kejahatan karena kebencian di berbagai belahan dunia. 

Perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka dan kisah berdirinya negara Bosnia-Herzegovina juga diwarnai tragedi yang bisa dikategorikan sebagai genosida. Terlepas dipicu oleh urusan politik, sosial, maupun ekonomi, kejahatan karena kebencian memberikan dampak yang sangat merusak dan mengerikan. 

Bangsa Indonesia sendiri, sejak merdeka pada 1945, juga mencatat sejarah kelam terjadinya kejahatan karena kebencian.

Kejahatan karena kebencian (crime hy hate/hate crime) adalah tindak kejahatan (kriminal) yang dilakukan pelaku dengan didasari prasangka (bias) dengan menyasar korban berdasarkan latar belakang yang berbeda seperti jenis kelamin, etnisitas, penampilan fisik, agama, dan sebagaianya.  

Meski istilah hate crime awalnya muncul dari negara-nagara yang multikultural, kejahatan karena kebencian itu juga bisa terjadi pada masyarakat yang relatif homogen. Apa pun bentuk kejahatan yang dilakukan, jika sedikit saja dilatarbelakangi oleh prasangka atau bias, bisa dikategorikan sebagai bentuk kejahatan karena kebencian. 

Dan, itu akan membawa dampak yang jauh lebih besar daripada kejahatan dengan latar belakang biasa. Karena itu, untuk menjamin kehidupan sosial masyarakat yang aman dan tertib, kejahatan karena kebencian –termasuk ujaran kebencian di media sosial misalnya– harus mendapatkan konsekuensi hukum yang lebih berat. 

Tidak membuka ruang sedikit pun atas kemungkinan terjadinya kejahatan karena kebencian harus menjadi upaya terbaik. Sebab, sekecil apa pun terjadinya hate crime bisa membawa risiko dan gejolak sosial yang sangat besar. 

Indonesia adalah negara yang besar dengan beragam etnis, suku bangsa dan bahasa, serta agama yang berbeda. Menjelang tahun politik 2024, kita ingin tetap aman, damai, dan makin sejahtera. 

Belajar dari pengalaman pahit negara-negara lain, termasuk Rwanda, Indonesia harus mampu menutup ruang serapat-rapatnya bagi kemungkinan munculnya kejahatan karena kebencian.  Kejahatan karena kebencian tidak hanya bisa terjadi dalam skala negara, tetapi juga pada lingkungan sosial yang lebih kecil. (*)

 

*) Tofan Mahdi, wartawan senior dan mahasiswa Program Studi Magister Hubungan Internasional (MHI) Universitas Paramadina Jakarta.

 

Kategori :