HARIAN DISWAY - Sebagaimana masyarakat agraris di lereng Bromo, purnama adalah momen penuh suka cita. Perayaan Yadnya Kasada diaktualisasikan masyarakat dalam upacara, dengan membawa hasil bumi dan beberapa ternak mereka, untuk dipersembahkan kepada Tuhan dan leluhur. Dengan cara diserahkan atau sebagai seserahan di kawah Gunung Bromo.
Tapi justru perayaan pada malam sebelum limolas panglong siji merupakan perayaan sakral. Berbeda dengan keesokan hari, yang biasanya ditunggu-tunggu pengunjung di Gunung Bromo. "Karena ritus penyucian, proses meminta izin kepada leluhur, dilakukan pada satu malam sebelum limolas panglong siji," ungkapnya.
Setelah tanggal limolas panglong siji, perhitungan kembali memasuki tanggal 1, sampai tanggal 15. Tapi tetap, dalam 1 bulan ada 30 hari. Bulan Juni dalam perhitungan masehi, tanggal 5, adalah bulan kaso atau bulan pertama dalam sistem kalender mereka.
Kemudian seterusnya: bulan karo atau bulan dua, katiga atau bulan ketiga, kapat, kalima, kanem, kapitu, kawolu, kasangka, kasadhasa, dhesta dan kasadha. Sama dengan masehi, 12 bulan. Tapi dalam satu bulan, setelah melewati tanggal limolas panglong siji, tanggalan kembali ke angka 1. Jadi dalam 1 bulan, terdapat dua periode 1 sampai limolas panglong siji.
Nasi kabuli terdiri dari nasi putih dan nasi kuning, lauk pauk daging, sayuran, sambal goreng kentang, tambahan bihun dan mi goreng serta opor ayam. -Ranau Alejandro-
Setelah itu baru memasuki bulan berikutnya. Maka pada tanggal 4 Juni, adalah hari terakhir bulan Kasadha atau bulan kedua belas. Mereka merayakan tahun baru pada malam itu, atau malam sebelum tanggal limolas panglong siji.
Pada hari H, Romo Dukun Puja bersama masyarakat Desa Ngadiwono berangkat bersama ke puncak Gunung Bromo. Sebelum berangkat, masyarakat Tengger memiliki kebiasaan makan bersama. Menunya nasi kabuli.
Bukan nasi kebuli khas Timur Tengah. Nasi kabuli terdiri dari nasi putih dan nasi kuning, lauk pauk daging, sayuran, sambal goreng kentang, tambahan bihun dan mi goreng serta opor ayam. "Monggo makan dulu. Menyantap nasi kabuli sembari berdoa, berharap, supaya segala keinginan dapat kabul kajate, atau terkabul semuanya," ujarnya.
Semakin mendekati pukul 10 malam, semakin banyak orang yang datang. Mereka menyiapkan beberapa piranti, serta beberapa orang lain bersiap di depan rumah Romo Dukun Puja.
Di Desa Ngadiwono, terdapat dua pandita. Selain Romo Dukun Puja, terdapat Romo Dukun Pandita Setiawan. Dua-duanya adalah pandita muda yang membawahi sekitar 600 umat Hindu Tengger di Desa Ngadiwono. (Guruh Dimas Nugraha).