Jadi, saham Jusuf di CMNP masuk 45,63 persen saham publik.
Nilai saham Jusuf dan istrinya 11,09 persen. Juga, ada dua anak Jusuf Hamka yang jadi pemegang saham CMNP. Yakni, Fitria Yusuf (memegang 4,42 persen) dan Feisal Hamka (4,93 persen).
Sejak itu Jusuf dipercaya sebagai pengendali CMNP. Umumnya, pengendali suatu perusahaan juga pemegang saham mayoritas perusahaan. Meskipun, hal tersebut tidak selalu benar. Pengendali bisa saja pemegang saham minoritas, tapi punya voting power tinggi, khususnya di saham dengan hak suara multipel, disebut juga multiple voting shares (MVS).
MVS adalah klasifikasi saham, yang memberikan lebih dari satu suara kepada pemegang saham, dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Dikutip dari Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek yang berakhir pada 31 Maret 2023 yang disetor PT CMNP kepada pihak Bursa Efek Indonesia (BEI), Muhammad Jusuf Hamka merupakan satu-satunya penerima manfaat akhir dari kepemilikan saham CMNP.
Itu juga terkonfirmasi dalam laporan tahunan perusahaan, dalam edisi paling baru 2021, CMNP secara tegas menyebut Muhammad Jusuf Hamka sebagai pengendali perusahaan.
Dari semua data itu, wajar Jusuf yang mengejar utang negara terhadap CMNP. Jusuf menggugat pemerintah melalui pengadilan negeri. Pada 2012 ia memenangkan gugatan. Putusan pengadilan menyatakan, pemerintah harus membayar ke CMNP.
Pemerintah naik banding, lalu kasasi. Hasil putusan di tingkat kasasi Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan negeri. Kemudian, dilakukan peninjauan kembali (PK). Jusuf tetap menang. Perkara inkrah (berkekuatan hukum tetap). Pemerintah pun harus bayar deposito itu.
Berbekal putusan inkrah tersebut, Jusuf menagih ke Kementerian Keuangan.
Pada 2015 Jusuf dipanggil Kepala Biro Hukum, Kementerian Keuangan, Indra Surya. Waktu itu Indra Surya mengatakan, pemerintah mengakui utang tersebut dan berjanji membayar. Namun, pemerintah minta diskon. Dari nilai yang diajukan Jusuf saat itu Rp 400 miliar akibat kalkulasi akumulasi bunga sejak Bank Yama ditutup pada 1 November 1997.
Jusuf: ”Waktu itu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Saya disuruh buat kesepakatan. Pemerintah minta diskon. Kemudian tercapailah angka Rp 170 miliar. Ya sudahlah, saya pikir. Asal duitnya balik saja. Lalu, kami tanda tangan perjanjian. Pembayaran akan dilaksanakan dua pekan sejak perjanjian diteken.”
Nilai Rp 170 miliar pada 2015, menurut perhitungan Jusuf, sekarang jadi Rp 800 miliar, termasuk bunga sejak Bank Yama ditutup 1 November 1997.
Mahfud setelah berdialog dengan Jusuf mengakui, berdasar data-data yang diserahkan Jusuf kepada Mahfud tersebut, perkara sudah inkrah, pemerintah punya utang ke CMNP.
Mahfud: ”Dari penjelasan dan dokumen yang saya terima, memang dari segi hukum, ya negara punya utang. Karena terlepas kontroversi yang menyertai, itu sudah putusan Mahkamah Agung sudah inkrah sampai PK.”
Dilanjut: ”Dan ini sudah pernah diakui negara dengan satu perjanjian resmi, tapi ketika ganti menteri, itu tidak jalan. Dokumen lengkap saya pelajari, negara akui waktu zaman Pak Bambang Brodjonegoro. Menteri keuangannya Pak Bambang Brodjonegoro.”
Akhirnya: ”Ganti orang, suruh pelajari lagi. Ganti menteri, suruh pelajari lagi. Maka, sampai sekarang macet.”