GRESIK, HARIAN DISWAY - Rimbun pohon di halaman Mandala Suci, Pura Penataran Luhur Medang Kamulan. Di depan bangunan suci Siva Raditya, Romo Sepuh Satya Buana Medang Kamulan, pemuka agama Hindu di pura itu, memandu ratusan umat.
Mereka mengikuti kirab Nata Jagad. Ritus tahunan sebagai puja bakti kepada Tuhan, leluhur serta kebersamaan umat Hindu. Tak hanya umat yang berasal dari Gresik. Melainkan dari berbagai daerah. Mulai dari empat kawasan Suku Tengger, Surabaya, Sidoarjo, Kediri, Tulungagung dan rombongan dari Bali berjumlah sekitar 140 orang.
"Kirabnya tanpa mengenakan alas kaki. Kita berjalan dari Mandala Utama, sampai ke gapura Panglima Majapahit. Begitu ya, bapak, ibu?," seru Romo Satya Buana pada semua umat Hindu. Mereka serentak mengiyakan.
Sekitar pukul delapan pagi, usai melakukan puja bakti, mereka berbaris. Menghadap barat. Di barisan depan, Candra Hermawan mengenakan beskap dan blangkon ala Jawa. Diapit oleh dua perempuan berbusana upacara Bali. Berturut-turut di belakang adalah umat pengiring dengan busana khas masing-masing daerah.
Dari Kediri, berbusana hitam dengan blangkon dan jarik. Mereka berjalan beriringan, sembari menyiratkan air suci di sepanjang jalan. Pemain gamelan dan saronen membunyikan alatnya. Bertalu-talu. Jika umat Hindu di berbagai daerah memainkan musik tradisi Bali, di pura itu, musik khas Jawa.
Keluar dari gerbang Mandala Suci, mereka bergerak ke utara. Terus berjalan beriringan. Terik yang menyengat tak dirasakan, karena keakraban di antara mereka. Masyarakat setempat pun tertarik dengan upacara Kirab Nata Jagat. Mereka menepi sejenak, memberi kesempatan umat Hindu untuk lewat. Kemudian mengeluarkan ponsel dan merekam aktivitas itu.
Upacara itu pun sebagai wujud rasa syukur terhadap keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa. "Memang kami selenggarakan setiap bulan Juni. Berkaitan dengan Hari Lahir Pancasila. Kegiatan ini pun bermakna Bhinekka Tunggal Ika. Kami datang dari latar belakang berbeda. Dari Jawa dan Bali, bersatu," ungkap Romo Satya Buana.
Tak hanya Kirab Nata Jagat saja. Malam harinya, diselenggarakan doa bersama lintas iman. Melibatkan para pemeluk berbagai agama. Mereka memanjatkan doa demi ketentraman, kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Apalagi semboyan Bhinekka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma, karangan Mpu Prapanca. Leluhur tanah Jawa. (Guruh Dimas Nugraha)