Begitu bebas, dia tinggal dari hotel ke hotel lagi. Duitnya banyak. Saat masih dipenjara, dia sudah terima uang USD 320.000 dari hak pembuatan film Netflix.
Juga, ada dua buku yang menulis gaya hidupnya. Ditulis reporter Vanity Fair, Rachel DeLoache Williams, berjudul My Friend Anna. Lalu, Shonda Rhimes menulis buku yang berjudul Anatomi Grey, untuk film serial televisi.
Hebatnya, terjadi rebutan pembuatan film Anna oleh Netflix dan HBO. Keduanya sama-sama membikin film tentang Anna.
Kini Anna hidup di New York. Punya duit banyak justru dari kisah penipuan yang dia lakukan selama beberapa tahun di sana.
Menyimak Anna, rasanya nilai moral manusia sudah bergeser. Masak, kehidupan seorang penipu bisa begitu laris difilmkan?
Namun, renungkan lebih lanjut, film Anna menginspirasi penonton. Agar tidak berperilaku seperti Anna. Atau, didiklah anakmu supaya tidak seperti Anna. Nilai moral harus dikemas dalam bentuk hiburan. Supaya gampang dicerna.
The New York Times menyebutkan, Anna adalah grifter. Penipu ulung dan glamor. Bukan fraudster atau cheater.
Rihana-Rihani mirip itu. Setidaknya mereka sewa di apartemen kelas menengah di Gading Serpong. Kelihatan santai saat digerebek polisi. Juga, ngumpet di tengah kerumunan orang.
Kendati, tetap saja moral mereka semua buruk. Manusia rendah, tidak layak tiru. Kalau tidak percaya, tanyakan kepada para korban. (*)