ASMAT, HARIAN DISWAY – Pengembangan Bandara Ewer di Asmat, Papua Selatan, sudah rampung. Kali ini tak hanya melayani pesawat caravan. Tetapi, bisa digunakan untuk pesawat penumpang.
Kini hanya pesawat ATR tipe 72-600 yang masih bisa digunakan menghubungkan antardaerah di wilayah pelosok. Dengan kapasitas maksimal 72 orang. Jadwal penerbangannya masih terbatas. Dalam seminggu, terdapat 10 penerbangan dari tiga wilayah. Yaitu penerbangan sebanyak dua kali seminggu dari Timika, sebanyak empat kali seminggu dari Kamur, dan sebanyak empat kali seminggu dari Merauke. “Ini penting sekali untuk konektivitas antara sebuah wilayah. Baik itu kabupaten, provinsi maupun pulau," kata Presiden Joko Widodo saat acara peresmian, Kamis, 6 Juli 2023. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mendongkrak aktivitas ekonomi. Tentu melalui percepatan mobilitas orang dan barang. BACA JUGA : Pemekaran Wilayah Sejahterakan Masyarakat Papua BACA JUGA : Presiden Resmikan Jembatan Kretek 2 Bantul, Permudah Akses Ke Parangtritis Dengan demikian, pengiriman logistik bisa lebih cepat. Sehingga wilayah yang terisolasi pun bisa terbuka. Lantas terbuka pula potensi wisata Asmat untuk meningkatkan perekonomian. Bandara Ewer dikerjakan secara bertahap sejak puluhan tahun lalu. Awalnya dibangun oleh Keuskupan Merauke. Landasannya pun sederhana, hanya dari tanah. Baru di era Bupati Yuvensius Alfonsius Biakai, 2005-2010, bandara itu mulai ditingkatkan. Kemudian menjadi program utama Bupati Elisa Kambu selama periode kepemimpinannya, 2016-2021.Presiden Joko Widodo mengelilingi areal Bandara Ewer, Papua Selatan, Kamis, 6 Juli 2023.-Sekretariat Presiden RI- Pengembangan bandara kelas III yang menempati wilayah seluas 49,83 hektare itu pun menggunakan APBN sejak 2018. Total menghabiskan biaya sebesar Rp 287 miliar. Kini, landasannya beraspal dengan ukuran 1.650 meter x 30 meter. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan bahwa terminal penumpang juga memiliki arsitektur minimalis. Dilengkapi dengan ornamen dan interior bernuansa budaya Asmat. "Seperti miniatur perahu suku Asmat yang bukan hanya sekadar alat transportasi, tapi juga filosofi kehidupan dan kematian bagi suku Asmat,” ujarnya. (Mohamad Nur Khotib)