Perkembangan teknologi otomotif ternyata tidak mendapat tempat di sebagian kecil orang. Misalnya, di San Francisco, California. Sekelompok aktivis menyerang taksi robot, kendaraan yang bisa berjalan sendiri tanpa pengemudi.
TAKSI putih itu berjalan pelan menyusuri jalanan San Francisco, California, yang gelap. Tiba, kendaraan tanpa pengemudi itu didatangi dua orang berpenutup wajah. Menyembunyikan identitas. Sejurus kemudian, mereka menaruh traffic cone , kerucut pengatur lalu lintas, di kap mobil. Sontak, lampu tanda bahaya berkedip. Mobil itu macet. Tak mau berjalan. Tak bisa apa-apa. Ia mendeteksi halangan sehingga mesinnya ogah bekerja. Pemandangan itu kerap terjadi akhir-akhir ini. Terutama di California yang disebut-sebut sebagai ibu kota teknologi AS itu. Sekelompok aktivis menarget taksi robot, mobil yang bisa berjalan otomatis tanpa pengemudi. Mereka bilang, mobil itu mengancam keamanan. ’’Kami yakin bahwa semua mobil itu jahat. Tidak peduli siapa atau apa yang mengendalikannya,’’ kata salah satu aktivis. Ia tidak menyebutkan identitas lengkapnya. Hanya minta disebut sebagai Alex. BACA JUGA : Beijing Keluarkan Izin Taksi Robot, Bisa Meluncur tanpa Pengawasan Manusia BACA JUGA : Baidu Rajai Taksi Robot di Tiongkok Alex adalah aktivis SafeStreetRebel. Organisasi itu secara radikal menyatakan diri sebagai pro pejalan kaki dan pro pesepeda. Mereka tidak peduli dengan kemunculan mobil otomatis yang digadang-gadang sebagai revolusi transportasi masa depan. Menurut Alex, taksi otomatis itu hanyalah awal dominasi mobil yang disokong oleh perusahaan otomotif dan teknologi. Maka, ia pun kerap beraksi. Memanfaatkan traffic cone curian. Targetnya adalah melumpuhkan taksi robot yang dioperasikan oleh Waymo dan Cruise. Itulah dua perusahaan yang mendapat lisensi menjalankan taksi tanpa sopir di San Francisco. Aksi mereka sukses menarik perhatian warganet. Jadi viral. Video aksi itu ditonton oleh jutaan orang di jejaring media sosial. Momentumnya memang pas. Yakni ketika San Francisco bersiap memberi izin operasi 24 jam penuh untuk taksi robot. Tetapi, perizinan itu masih jadi perdebatan antara California sebagai negara bagian dan San Francisco sebagai kota.AKSI DUA ANGGOTA SafeStreetRebel ketika menaruh traffic cone di taksi robot milik Cruise di San Francisco, California.-JOSH EDELSON-AFP- Pada 2014, San Francisco sudah merilis izin mobil robot. Itulah izin pertama yang keluar di AS. Syaratnya, harus ada manusia di dalam kabin sebagai penyelia. Empat tahun kemudian, barulah California mengeluarkan aturan anyar. Memperbolehkan mobil otomatis meluncur di jalanan. Tanpa manusia. Tanpa sopir. Tanpa supervisor . Tetapi, San Francisco mulai khawatir dengan banyaknya insiden yang melibatkan mobil robot itu. Kendaraan itu menyebabkan kemacetan. Memblokir jalur bus. Bahkan nyelonong di TKP yang sedang diteliti polisi. Sebenarnya, tidak ada kecelakaan fatal yang disebabkan oleh taksi milik Cruise atau Waymo. Tercatat, hanya ada seekor anjing yang mati ditabrak taksi Waymo pada Juni 2023. Soal keamanan itu memang masih menjadi perdebatan. Jaeden Sterling, pemuda 18 tahun, adalah penumpang taksi robot saban hari. ’’Lebih nyaman dan aman,’’ ucapnya.
PETUGAS TAKSI ROBOT mengambil traffic cone di kap Cruise agar mobil otomatis itu bisa kembali berjalan.-JOSH EDELSON-AFP- Menurut Sterling, dari kursi penumpang, ia bisa melihat peranti lunak taksi itu mendeteksi apa pun yang ada di luar mobil. Mulai pejalan kaki, kendaraan lain, atau pesepeda. ’’Sopir taksi biasanya terburu-buru. Mengejar setoran. Sehingga, mereka ugal-ugalan,’’ kata Sterling. Meski begitu, tetap ada warga yang khawatir. Misalnya yang diungkapkan Cyrus Hall, insinyur software berusia 43 tahun. Menurutnya, tetap ada kemungkinan taksi itu error . Bisa jadi karena peranti lunaknya sedang bermasalah. ’’Kalau taksi robot itu beroperasi penuh dengan peranti lunak yang rawan masalah, itu adalah problem yang jauh lebih besar daripada soal kebijakan,’’ ucapnya. Memang, taksi robot itu masih generasi awal. Siapa tahu, ke depan mobil-mobil akan semakin pintar. Bisa berjalan sendiri, diajak ngobrol, dan—syukur-syukur—bisa mencuci sendiri… (Doan Widhiandono)