Dari kronologi dan data Dananjaya di atas, ia masuk golongan nomor dua (internalisasi). Ia bergabung dengan ISIS, dibaiat melalui medsos, bukan karena dipaksa. Sebab, ia kagum pada ISIS. Dengan begitu, ia merasa tidak bisa lagi diremehkan orang lain. Bahkan sebaliknya, ditakuti.
Terbukti, Dananjaya aktif berlatih menembak di Gunung Geulis. Punya senjata api buatan Rusia dan beberapa senjata api rakitan. Ia merasa sudah menjadi orang yang ”tidak boleh diremehkan” lagi.
Densus 88 sangat aktif memberantas terorisme, menangkap teroris. Karena itu, teroris yang menjadi teroris melalui teori nomor satu (kepatuhan) makin jarang. Sebab, akar penyebab terorisme, indoktrinasi, cuci otak, ajaran menyimpang, dipantau dengan ketat oleh Densus 88. Jika terpantau, langsung diberantas.
Sedangkan, jalur masuk teroris di teori nomor dua tidak bisa atau sangat sulit dipantau Densus 88. Sebab, itu atas inisiatif individu calon teroris sendiri. Seperti Dananjaya.
Dananjaya ditangkap karena terpantau menyebarkan ajakan jihad (dalam arti berperang atau membunuh orang yang dianggap musuh). Berarti, ia yang sudah sembilan tahun berbaiat ke ISIS merasa perlu mengajak orang berjihad. Ia sudah jadi pencetak calon teroris.
Maka, solusi mencegah orang jadi teroris di teori nomor dua tidak gampang. Sangat kompleks. Bagaimana caranya, supaya semua orang punya kepribadian kuat tanpa merasa diremehkan orang lain. Meskipun tanpa senjata api. Itu tugas pendidik. (*)