“Jika persyaratan tersebut telah dipenuhi, baru dilakukan pengukuran. Dalam pengukuran tersebut dilakukan Petugas Ukur Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,”beber Sri Setyadji.
Pada Prosesnya juga melibatkan perangkat setempat. Kecamatan, Lurah, RT/RW, serta pihak pemohon.
Kakanwil BPN Jatim Jonahar, bersama Kapolda Jatim Irjend Pol Toni Harmanto, di Grha Wismilak, Senin, 21 Agustus 2023.-Pace Morris-
Jika disetujui maka hasil pengukuran itu ditanda tangani oleh perangkat. Dan kemudian dilegalkan.
“Tapi kalau ada salah satu pihak yang tidak setuju atau tidak mau tanda tangan, ya batal. Tidak bisa dilegalkan,” ucap pria yang akrab dipanggil Ebes itu.
Pria yang juga menjadi Pansel jabatan tinggi di Pemda itu memaparkan, setiap langkah -langkah pendaftaran HGB ada konsekuensi yuridis dan implikasi yuridis. Bisa masuk hukum privat maupun publik.
Jika ditemukan ada pemalsuan bisa masuk pidana . Jika ada kekeliruan bisa masuk PTUN.
“Jikalau tidak ada sanggahan, keberatan, barulah diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti atas tanah yang di ajukan oleh pemohon, dalam hal ini subjek hukum,” ujarnya.
Maka dari itu, Sri Setiyadji mengherankan pernyataan Kakanwil Jatim terkait tidak ada warkah dan ketidaksesuaian antara objek ukur dan objek yang tertera di SHGB.(*)