JAKARTA, HARIAN DISWAY - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Musayawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama pada September mendatang.
Dalam forum tertinggi organisasi NU setelah Muktamar tersebut akan membahas setidaknya tujuh persoalan bangsa.
Ketujuh persoalan itu antara meliputi Kecerdasan buatan (AI), haji, konsep al-i’anah ‘ala al-ma’shiyah (membantu kemaksiatan), hubungan ulama dengan umara (pemerintah), RUU Perampasan Aset, sekolah lima hari, dan aturan turunan RUU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
BACA JUGA:Wasekjend PBNU: Mayoritas Warga NU Tidak Pilih PKB
Konbes dan Munas Alim Ulama NU rutin digelar dua kali dalam satu masa kepengurusan. Forum ini akan mempertemukan seluruh Ulama se Indonesia untuk membincangkan persoalan terkini.
Munas dan Konbes NU tahun 2023 rencananya akan digelar di Pondok Pesantren Al-Hamid, Jakarta. Kegiatan ini mengangkat tema “Mendampingi Umat, Memenangi Masa Depan”
Ketua Steering Committee Munas dan Konbes NU 2023 KH Abdul Ghofur Maimoen mengungkapkan, agenda ini sangat penting karena berbagai persoalan yang akan dibahas berangkat dari situasi dan kondisi yang relevan.
Karenanya, hasil pembahasan ini diarahkan tidak saja pada aspek keputusan hukumnya, tetapi juga pada solusi yang menjadi masukan penting untuk negara dan masyarakat.
“Yang ingin kami suarakan itu bahwa Nahdlatul Ulama tidak berada di menara gading, tidak hidup menyendiri, hidup bersama masyarakat dan bersama negara,” kata pria yang akrab disapa Gus Ghofur tersebut.
Ia menjelaskan, pembahasan yang diangkat pada Munas kali ini adalah respon dari berbagai problem di tengah masyarakat dan negara.
BACA JUGA:Khofifah Terima Penghargaan Tokoh Muslimah Dunia di Inggris, Sambutannya Mendapat Standing Ovation
Hasil munas nantinya menjadi kontribusi bagi kepentingan yang paling maslahat bagi umum.
Putera kelima Mendiang KH. Maimoen Zubair tersebut mengatakan, pengumpulan masalah ini dipilih dengan melihat studi kasus di tengah masyarakat.
“Keputusan-keputusan yang diambil itu berpikir tentang apa yang terjadi di masyarakat, apa yang harus dilakukan pemerintah, masukan-masukan apa, tidak hanya sekadar keputusannya A, lalu terserah dampaknya apa. Tidak seperti itu,” katanya.
Kiai Ghofur menegaskan bahwa keputusan yang diambil NU selalu memilih keputusan yang paling baik untuk masyarakat.