BAHASA dan budaya Tionghoa di Indonesia benar-benar dalam kondisi mengkhawatirkan setelah puluhan tahun pelarangan pengekspresiannya di depan publik oleh rezim Orde Baru.
Benar, masyarakat Tionghoa –terutama yang lahir pasca 1965– sepenuhnya menjadi Indonesia karenanya. Tapi, sayangnya, mereka harus kehilangan salah satu penanda penting kesukuannya: bahasa.
Kekhawatiran akan terus terkikisnya kemampuan berbahasa Mandarin generasi muda Tionghoa inilah yang mendorong Yudi Sutanto mendirikan Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan di Banyumas, Jawa Tengah.
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Kurator Seni Anna Sungkar: Li Zheng Shang You
Namun, bukan hanya untuk itu. "Tiongkok sedang maju-majunya. Dengan makin banyak talenta Indonesia yang menguasai bahasa Mandarin, kita yakin masa depan mereka akan makin lebih cerah ke depannya," kata Yudi, ketika ditemui di sekolah yang diperjuangkannya, Rabu (30/8) kemarin.
Selain bahasa Mandarin dan tentunya bahasa Indonesia, bahasa Inggris juga menjadi andalan di sana. "Bahasa Inggris tetap penting karena, walau bagaimanapun, ilmu-ilmu pengetahuan modern kebanyakan masih ditulis dalam bahasa ini," ujar Yudi, yang mempunyai nama Mandarin Chen Youming (陈友明).
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hakka Tony Herman: jiāng xīn bǐ xīn
Dengan penguasaan tiga bahasa tersebut, memungkinkan para penerus bangsa akan sanggup berkiprah di mana saja. Ditambah lagi, sedari TK hingga SMA, Puhua School –demikian Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan biasa disebut– telah membiasakan peserta didiknya dengan keberagaman. Siswa-siswi dengan pelbagai macam latar belakang, berbaur harmonis di sini.
"Bisa berkomunikasi dengan tiga bahasa dan keterbukaan mereka untuk menerima perbedaan, akan menjadi modal utama mereka untuk turut membangun bangsa," sambung Yudi, mantap.
Padahal, usia Yudi sudah tidak muda, tetapi semangatnya sebagai pendidik sama sekali tak menua. Ia teguh pada prinsipnya, "诲人不倦" (huì rén bù juàn): tak pernah lelah untuk mendidik manusia. (*)