Pedagang bisa berseliweran di gerbong. Tentu kalau pas tidak musim mudik Lebaran yang penuh sesak. Mereka berjualan makanan sampai dengan oleh-oleh. Mereka –penjual itu– biasanya naik dari stasiun satu sampai stasiun berikutnya.
Jangan bayangkan juga stasiun KA setertib sekarang. Yang tata kelolanya sudah seperti bandara. Hanya penumpang yang bisa masuk ke peron, tempat pemberangkatan KA. Dengan hanya menunjukkan identitas diri sesuai dengan tiketnya. Atau melalui sensor pengenal wajah.
Toiletnya? Eh…Jangan dibayangkan toilet gerbong KA dulu seperti sekarang. Dulu lubang toilet langsung terbuka ke rel kereta. Tidak ada penampungan seperti sekarang. Jangan bayangkan ada toilet duduk seperti sekarang. Semuanya jongkok, dan ya ampun baunya.
Kini toliet KA bersih-bersih. Ada pilihan. Yang tidak bisa jongkok, ada toilet duduk. Bersih dan wangi pula. Airnya cukup. Di setiap toilet ada flush, penggelontor air. Tak ada penumpang berdesakan di depan toilet.
Saya baru saja merasakan gerbong kereta Panoramic dari Bandung ke Yogyakarta. Di malam hari. Itu salah satu gerbong premium yang menjadi salah satu layanan KAI sekarang. Gerbong yang kacanya lebar-lebar. Juga, atapnya berkaca tembus pandang.
Saya membayangkan betapa asyiknya jika menumpang gerbong itu di siang hari. Dalam perjalanan Bandung–Yogyakarta yang melintasi alam indah di sepanjang perjalanan. Hamparan hutan hijau dan sawah-sawah.
Menurut keterangan petugas, kaca di gerbong Panoramic bisa menyerap panas matahari. Jadi, tidak takut kulit gosong meski berada di bawah terik matahari. Masih juga dilengkapi dengan gorden pelindung jika memang dibutuhkan.
Itu jenis gerbong premium lain selain gerbong sleeper dan priority. Gerbong sleeper adalah layanan KA yang setiap penumpang difasilitasi kursi besar yang bisa disetel untuk berselonjor. Seperti layanan di pesawat kelas bisnis.
Gerbong Panoramic itu mempunyai toilet yang besar. Sekitar 2 x 2 meter. Di dalamnya ada toilet jongkok dan urinoar untuk penumpang laki-laki buang air kecil. Selalu terjaga petugas kebersihan di sekitarnya.
Hampir semua stasiun sudah mendapat sentuhan perbaikan. Hampir semuanya terlihat bersih dan rapi. Dengan sentuhan ornamen arstistik yang indah dan nyaman. Hanya penumpang bertiket yang bisa masuk ke ruang tunggu penumpang.
Transportasi kereta api di Indonesia sudah tak kalah dengan KA di Eropa. Kenyamanan dan ketepatan jadwal pemberangkatannya. Sudah bukan lagi menjadi alat transportasi umum kaum susah. Tapi, juga untuk mereka yanag berkecukupan.
Transformasi selalu menjadi mimpi semua orang yang normal. Namun, tidak semua orang mampu melakukan. Hanya mereka yang bekerja dengan hati yang bisa menggapai keberhasilan. Tentu juga disertai dengan nyali.
Kalau Jonan punya nyali mengubah wajah gerbong kereta api, lain halnya dengan Presiden Jokowi. Meski tidak semua orang setuju, ia layak disebut sebagai pemimpin yang berhasil dan punya nyali mengubah wajah NKRI. Dalam satu dekade membuat negeri ini makin disegani.
Sejak terpilih sebagai orang pertama di negeri ini, ia berani membuat hal-hal besar. Sesuatu yang berisiko tinggi. Termasuk di-bully para pembenci. Ia wujudkan berbagai program yang sebelumnya tak bisa dituntaskan.
Tol trans-Jawa adalah program lama. Tapi, yang mewujudkan dalam waktu yang relatif cepat adalah presiden yang sekarang. Masih disusul dengan trans-Sumatera, dan lain sebagainya. Juga, gagasan memindah ibu kota.
Demikian pula dalam hal keberaniannya untuk hilirisasi industri. Sudah sangat lama kita bergantung terhadap bahan baku impor untuk kebutuhan industri dalam negeri. Sesuatu yang sepertinya tak bisa diputus mata rantainya dalam dekade sebelumnya.