SURABAYA, HARIAN DISWAY – Perhelatan wayang kulit setiap satu tahun sekali di Wisata Kampung Pecinan (WKP) Pandean, Kapasan Dalam III, sudah memasuki tahun ke-127.
Menjadi rangkaian inti dari acara Sedekah Bumi pada 10 Oktober 2023. Sudah ada sejak Belanda dan Jepang menjajah, pergelaran ini terus dilestarikan dengan menggabungkan Budaya Jawa dan Tionghoa.
Berumur melebihi Indonesia merdeka, masyarakat di kampung Pecinan itu pun melangsungkan acara tersebut tanpa luput setiap tahunnya.
Sebagai bentuk rasa syukur pada Tuhan atas nikmat alam yang melimpah. Pelaksanaannya kerap ditepatkan dengan kelahiran Nabi Khonghucu sesuai perhitungan kalender Jawa.
Karena dalam masa pembangunan WKP, Ki Dalang Sapdho Sutedjo bersama panitia mengambil tema Bima Suci dengan harapan proses pembangunan yang ada di Kapasan Dalam ini bisa berjalan dengan lancar.
BACA JUGA: Meralda Gunawan Promosi Kampung Pecinan Kapasan Dalam
“Tahun kemarin ada ludruk dan sinden dari mancanegara. Untuk tahun ini Sindennya asli Jawa dan Tionghoa,” terang Wakil Ketua WKP Michael Wijaya.
Dalam sedekah bumi disuguhkan penampilan barongsai, campursari, dan pastinya pergelaran wayang kulit. Hadiri Kapolsek Kompol Mochammad Irfan, DPRD Kota Surabaya Alfian Limardi, dan anggota DPRD Jatim Yordan M Batara Goa.
Mereka berharap agenda itu tetap dilancarkan. Bahkan momen yang menjadi pesta rakyat ini rencana akan diajukan pada agenda pariwisata Surabaya.
“Perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa ini patut untuk diketahui warga mancanegara. Ini kan juga menguntungkan masyarakatnya, sektor ekonomi akan terangkat nantinya,” jelas Alfian.
BACA JUGA:Finalis Koci Jatim 2021 Ajak Netizen Main ke Kampung Pecinan Kapasan Dalam
Alfian menganggap budaya dan toleransi antar umat beragama di WKP ini patut diketahui warga luar. “Kalau misal masuk agenda, perhotelan dan UMKM sekitar pastinya akan diuntungkan,” katanya, menjelaskan keuntungan di sektor perekonomian.
Acara berlangsung meriah dengan penampilan barongsai dari Kelenteng Boen Bio. Dua barongsai berwarna hijau dan merah meliuk mengikuti iringan musik tambur, lin, dan jik.
Ada penampilan dari ibu-ibu Wanita Bersanggul Indonesia (WBI) yang menyuguhkan tarian dan menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Perahu Layar. Disusul dengan empat sinden dari grup Suryo Guritno dengan campursari.