Finalis Koci Jatim 2021 Ajak Netizen Main ke Kampung Pecinan Kapasan Dalam
Surabaya memiliki tempat-tempat yang seru untuk dikunjungi selain mal dan kedai kopi estetik. Para finalis Koko Cici (Koci) Jawa Timur 2021 membuktikan itu. Mereka memperkenalkan potensi-potensi wisata Jawa Timur. Termasuk Kota Pahlawan. Cynthia Novent memberi rekomendasi Kampung Pecinan Kapasan Dalam sebagai destinasi seru.
KAMPUNG Pecinan Kapasan Dalam berlokasi di kawasan Surabaya Utara yang populer sebagai kawasan heritage. Baik dari sisi bangunan, maupun budaya masyarakatnya. Akulturasi terjadi di sana sejak zaman dahulu. Karena menjadi tempat berkumpulnya warga asing, seperti Eropa, Arab, hingga Tionghoa.
Pada era kolonial, pelabuhan memang menjadi pusat aktivitas. Kawasan ini juga merupakan lokasi pertempuran arek-arek Suroboyo melawan tentara Sekutu pada 10 November 1945, yang datang melalui jalur laut.
Kampung pecinan tepatnya berada di belakang Kelenteng Boen Bio. Kompleks itu mengukir banyak sejarah masa lalu warga Tionghoa di Surabaya. Diresmikan sebagai pusat wisata heritage oleh Agung Ahmad Nurawan, sekretaris dinas pariwisata dan kebudayaan Pemerintah Kota Surabaya pada 10 November 2020.
’’Suasananya benar-benar guyup, layaknya kampung. Kayak bukan di Surabaya. Mengingatkan saya sama daerah asal saya, Madiun. Padahal ini Surabaya,’’ tutur Cynthia dengan nada takjub.
Banyak obyek menarik yang bisa dinikmati saat memasuki kampung pecinan tua ini. Ratusan lampion digantung di sepanjang jalan. Suasana seperti di jalanan pedesaan kuno Tionghoa kian terasa dengan hiasan mural yang menghiasi setiap sudut kampung.
Cynthia bertemu seorang pemandu bernama Gunawan. Dia diarahkan untuk meminta izin masuk dan berkeliling kampung kepada orang yang dipertua masyarakat setempat. Setelah mendapat izin, dia langsung disambut dengan salam hangat oleh warga di pintu gerbang. Itu sebagai bentuk ucapan selamat datang kepada pengunjung. Sehingga memberi kesan ramah dan menyenangkan.
’’Berasa jadi artis karena mereka menyambut saya dengan sangat baik. Padahal saya bukan siapa-siapa,’’ ungkap Cynthia. ’’Warga di sana juga interaktif. Jadi merasa sangat terbantu setiap kali saya melontarkan pertanyaan. Seru banget,’’ seru dia.
Bentuk lawas kampung itu dipertahankan. Sehingga kita bisa membayangkan bagaimana tempat tersebut puluhan tahun lalu. Rumah-rumah masih berdesain kuno. Perabotan, kusen, dan ornamen pendukung lainnya masih asli dari zaman lampau. Hiasan-hiasan pendukung juga ditambahka, agar kesan Tiongkok klasiknya semakin terpancar.
Keseriusan warga setempat merawat peninggalan budaya itu membuahkan hasil. Kampung Pecinan Kapasan Dalam kini menjadi rujukan bagi para akademisi untuk melakukan penelitian. Mereka biasanya ingin belajar tentang budaya, sejarah, hingga tradisi Tionghoa.
Cynthia menganggap kawasan ini bukan sekadar kampung wisata dan obyek sejarah. Ada banyak hal yang bisa didapatkan dan diterapkan dalam hidup sehari-hari. Warga setempat, misalnya, sangat guyup rukun satu sama lain. Tanpa memandang ras, suku, agama, dan golongan. Semua melebur jadi satu tanpa ada tembok. Contoh toleransi terpampang nyata.
Kampung jadi lebih hidup menjelang malam hari. Berbagai aktivitas biasa dilakukan di sana. Warga setempat biasanya menyelenggarakan bazar makanan. Penjualnya mereka sendiri. Pembelinya, ya mereka sendiri. Tapi bazar itu efektif menarik pengunjung juga. Kuliner yang dijajakan pun beragam. Pengunjung bisa duduk di area meja-kursi di bawah lampu lampion.
Hasil jalan-jalan di pecinan Kapasan Kampung Dalam diunggah Cynthia ke media sosialnya. Sebagai salah satu syarat penilaian finalis. Video berdurasi 30 detik tersebut langsung mendapat banyak perhatian. Terutama dari kalangan teman-temannya sesama anak muda.
’’Saya sempat bikin Instagram Stories tentang makanan dan gerbang naga di Klenteng Boen Bio. Mereka banyak yang bertanya tempatnya di mana. Itu artinya, promosi tempat-tempat seperti ini juga bisa bikin orang-orang penasaran,’’ papar perempuan asli Madiun itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: