Setelah melihat persiapan Eksotika Bromo 2023, kami berjalan menuju Desa Mororejo, Kecamatan Tosari. Ke kediaman Afizki Arif Ridwan (Afiz). Di sana kami melihat aktivitas ibu-ibu yang sedang membuat banten sesaji, serta para penari-penari muda.
Seperti telah diceritakan, kami tidak bisa kembali ke Balai Latihan Kerja (BLK) di Kandangan, Tosari. Kunci dibawa koordinator Eksotika Bromo 2023 Afifa Prasetya, yang sehari-hari menjaga BLK. Sayang, kunci itu diletakkan di laci pikap yang sedang berangkat ke Cemorokandang. Daripada menunggu sampai malam di Lautan Pasir, kami memilih ke kediaman Afiz di Mororejo. Sebenarnya, jaraknya tak jauh dari BLK. Yang membuat jauh adalah jalan berlikunya yang sempit dan ekstrem. BACA JUGA: Ruwat Rawat Segara Gunung, Tema Eksotika Bromo 2023 Jalur Tosari memang termasuk rute paling sulit dibanding tiga jalur lain: Probolinggo, Lumajang, dan Malang. Yang kami lewati punya banyak tikungan tajam dan agak sempit. Mobil Julian Romadhona (Dhona) cc-nya besar. Ia menyebutnya "mobil kebo". Tahan banting dan lincah. Apalagi sopirnya agak ugal-ugalan tapi aman. Kami melewati jalur menuju Mororejo dengan selamat sentosa. Rumah Afiz ada di ketinggian. Di situ terdapat perkampungan yang lumayan padat. Tampak di ruang tamu, anak-anak usia belasan yang bercengkerama. Mereka sedikit beringsut ketika saya, Dhona, dan Ahmad Rijaluddin (Ical) masuk. "Tidak apa-apa, tenang. Om enggak nggigit," kata Dhona. Saya menimpali, "Saya ini walaupun rambutnya panjang, seperti preman, tapi hati saya keibuan". Mereka tersenyum. Suasana menjadi cair. "Adik-adik, kakak Ical ini paling muda. Usia saya tidak jauh kok dari kalian semua," kata Ical. "Lo berapa umurnya, Kak?," tanya salah seorang. "Halah baru 23," jawabnya. Semua protes. "Ya sudah tua dong, Kak. Kami ini yang paling gede saja baru 18 tahun," jawab mereka. Percakapan itu memancing perhatian para ibu yang berkumpul di ruang tengah. Mereka tampak menyusun beberapa daun pisang yang dibentuk seperti wadah. Saya menyapa dan berinteraksi dengan mereka. "Kalau anak-anak tadi agak takut sama kami. Kalau ibu-ibu enggak takut, ya?," saya membuka percakapan. Mereka tertawa. "Enggak, Mas. Silakan duduk. Kami sekarang sedang menata banten sesaji," ungkap Nursiati, salah seorang dari mereka.Berbeda dengan banten Bali yang menggunakan janur, banten ala Jawa atau Tengger menggunakan daun pisang sebagai wadahnya. Tapi keduanya punya fungsi yang sama. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY- Banten ala Tengger berbeda dengan banten di Bali. Untuk wadahnya, mereka menggunakan daun pisang. Sedangkan di Bali menggunakan janur. "Banten-banten ini akan diletakkan di beberapa titik sakral di Bromo. Untuk persembahan kepada dewata dan leluhur," ujar Astini, salah seorang ibu. Sesaji yang akan dihaturkan: sego golong roan, tumpeng kabuli, jenang abang-jenang putih, jenang piyak-jenang sengkala, dan lain-lain. "Tanggal 8 saat digelar Eksotika Bromo 2023 adalah tanggal yang telah disetujui leluhur. Artinya waktu yang baik," ungkap Afiz.
Banten-banten ini akan diletakkan di beberapa titik sakral di Bromo. Untuk persembahan kepada dewata dan leluhur. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY- Di rumah itu pula Afiz kerap menerima tamu. Ia adalah tokoh pemuda Hindu Tengger yang kerap menerima pesan leluhur. Mereka yang berkonsultasi akan dijawab oleh leluhur melalui mediator. Semua pertanyaan dipersilakan. Termasuk tentang masa depan. Seperti jodoh, rezeki, dan sebagainya. "Letusan gunung-gunung, kejadian alam, dan sebagainya kerap disampaikan leluhur pada saya. Itu yang membuat kami dapat lebih waspada," ujar pria 25 tahun itu. Namun, saat itu, 7 Oktober 2023, sehari sebelum hari-H Eksotika Bromo 2023, ia tidak menerima tamu. Karena sedang sibuk persiapan. Anak-anak remaja di ruang depan bersiap untuk berlatih menari. Mereka akan tampil membawakan tari wahyuning langit. Tarian yang diciptakan oleh Romo Sepuh Istri Satya Buana Medang Kamulan, yang tinggal Gresik. Kami mengenal suami beliau, Romo Satya Buana. Rupanya, ia mengenal Afiz dan akrab. Sebelum melihat para remaja itu menari, kami berswa foto dulu bersama Afiz. Hasilnya dikirim ke WhatsApp Romo Satya Buana. Beliau belum membalas pesan kami. Mungkin sedang ada kesibukan. Tari wahyuning langit adalah tarian rasa syukur kepada Hyang Widhi yang telah melimpahkan karunia serta wahyu-Nya pada umat manusia. Tentu tarian tersebut berfungsi sakral. Para penarinya pun harus perempuan yang masih anak-anak atau remaja. Mereka yang masih suci lahir dan batin. Sedangkan Afiz menarikan tari jiwa. Tarian yang diciptakan oleh Romo Sepuh Istri. "Tari jiwa sebenarnya ditarikan dua orang. Tapi untuk Eksotika Bromo 2023 saya menarikannya sendirian," katanya.
Para remaja Tengger yang berkumpul untuk persiapan tampil membawakan tarian wahyuning langit yang dipersembahkan untuk gelaran Eksotika Bromo 2023. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY- BACA JUGA: Oleh-Oleh dari Eksotika Bromo (1): Ada Gangguan di Jalur Tosari "Tak masalah, asal dihayati betul. Tarian itu sebagai ungkapan syukur dan kesadaran bahwa jiwa dan raga ini milik-Nya semata," lanjut Afiz. Findi Antika dan Intan Antika, dua penari yang paling dewasa di antara penari lainnya, mempertontonkan tari wahyuning langit di hadapan kami bertiga. Ical dan Dhona sudah siap dengan kameranya. Rupanya anak-anak itu masih malu-malu jika ada kamera. "La besok gimana waktu Eksotika Bromo 2023? Di sana malah banyak kamera," kata saya, mengingatkan mereka untuk tak malu. "Lain dong. Kalau di sana nanti banyak kamera dan wartawan. Di ruang terbuka yang luas. Kalau di sini, di ruang tamu. Sempit. Apalagi fotografer sama wartawannya wajahnya serem," kata Ical. Ia malah tak mendukung saya dan Dhona. Tapi justru bercandanya itu berhasil membuat anak-anak itu menari sebagaimana mestinya. Cekrek, cekrek, foto didapatkan. (Guruh Dimas Nugraha)