HARIAN DISWAY - Peragaan Sarung Santri Nusantara menjadi salah satu rangkaian peringatan Hari Santri Nasional. Acara itu digelar di Gedung Grahadi, Surabaya, Sabtu malam, 21 Oktober 2023.
Acara tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama. Di antaranya, Ketua PB NU Yahya Cholil Tsaquf, Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Saiful Rahmat Dasuki, serta Wali Kota Pasuruan yang juga mantan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua PBNU menceritakan sejarah sarung di Indonesia. Ia mengatakan, sarung telah menjadi tradisi yang dianggap melekat pada sosok santri.
Sarung Santri Nusantara, Paparan Gus Yahya, Armand Maulana pun Bersarung. Gus Yahya, Ketum PBNU, paparkan tentang sarung di depan pengunjung Sarung Santri Nusantara.-julian romadhon-
"Di mana-mana kiai bersarung santri pun bersarung," ujar pria yang akrab disapa gus Yahya tersebut.
Menurut Gus Yahya, bagi orang Indonesia, sarung dianggap sebagai sesuatu yang given. Alias sesuatu yang ada begitu saja. Tanpa dipikirkan asal mula maupun makna di dalamnya. Artinya, sarung hadir secara alamiah di kalangan warga Indonesia.
Sarung adalah bukti kesinambungan sejarah dan ketersambungan peradaban yang luas. Di India, masyarakat penganut agama Hindu juga mengenakan sarung. Kaum Buddha juga bersarung.
Sehingga sarung dianggap sebagai penyambung kesamaan dari sekian banyak masyarakat yang heterogen dari peradaban masyarakat yang luas.
BACA JUGA: Sarung Santri Nusantara, Paparan Gus Yahya, Armand Maulana pun Bersarung
BACA JUGA: Raka-Raki Jatim dan Duta Santri Nusantara Ramaikan Sarung Santri Nusantara
SEJARAH sarung, dari Hindu-Buddha hingga jadi identitas santri Nusantara.-Julian Romadhon-Harian Disway-
Di Indonesia sendiri, pada zaman Sriwijaya yang didominasi agama Hindu-Buddha, orang-orangnya juga sudah mengenakan sarung. Kini, ketika mayoritas masyarakat di Indonesia adalah muslim, tetapi karakter budaya memakai sarung tidak berubah.
Ketika budaya semakin modern dan maju pun, sarung tidak hilang. Bahkan, bentuknya tidak berubah. Hanya motifnya yang lebih dinamis. Yang artinya sarung punya vitalitas keuletan budaya.
"Dipakai salat bisa, dipakai mancing juga bisa," kata Gus Yahya, lelaki kelahiran Rembang itu. Ia mengatakan, sarung begitu serbagunanya. Sehingga bisa dikenakan di berbagai kesempatan. Baik ibadah, acara resmi, maupun bersantai di rumah.