Media Framing Kasus Firli-SYL

Selasa 31-10-2023,13:39 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Soal isu pertemuan Firli-SYL di rumah Jalan Kertanegara No 46, kedua pihak menyatakan hal yang kontradiktif. Itu adalah ekor dari peristiwa penggeledahan di dua rumah Firli.

Keheranan para profesor hukum dalam diskusi soal perkara itu sesungguhnya terkait framing liputan media massa di kasus ini. Framing berpengaruh luas sehingga seolah-olah yang lebih menonjol adalah perkara pemerasan. Menenggelamkan perkara utama, korupsi di Kementan.

Framing adalah cara pandang yang digunakan wartawan dalam melakukan seleksi berita yang dimuat. Framing bukan bohong. Framing berdasar fakta. Tapi, pemilihan sudut pandang (angle) dari fakta. 

Di perkara ini, pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap SYL lebih menonjol atau seolah menenggelamkan perkara korupsi di Kementan. Sebab, perkara pemerasan lebih atraktif. 

Misalnya, ketika penggeledahan di dua rumah Firli, puluhan polisi dilibatkan dan belasan di antaranya bersenjata lengkap, berjaga di depan rumah yang digeledah. Sangat atraktif. Mencekam. Seolah bakal ada bahaya mengancam di proses penggeledahan itu.

Pastinya, wartawan lebih suka menulis berita yang bersifat dramatika. Dibanding, misalnya, saat SYL digiring petugas dari rumah tahanan menuju gedung KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Yang itu tidak tampak dramanya. Karena terlalu lazim. Sudah biasa. Diliput wartawan sebagai rutinitas harian. 

Semua itu berpengaruh terhadap pembentukan opini publik. Bahwa dengan gencar dan atraktif berita pemerasan dibanding korupsi, membuat publik fokus pada perkara pemerasan. Menenggelamkan perkara korupsi.

Soal ini (media framing) sangat dipahami para pihak yang berkonflik. Termasuk unsur partai politik tempat SYL bernaung. Para pihak tidak cuma fokus pada masalah hukum, tapi juga komunikasi massa. (*) 

 

Kategori :