Sisi atasnya terdapat televisi lama, serta dua buah lampu tidur klasik. Kemudian hiasan jendela kayu berwarna hitam. Di bagian atasnya lagi terpajang foto para Bumiputera masa lalu yang mengenakan pakaian ala Kolonial. Berjas hitam tapi bagian bawahnya adalah jarik. Lengkap dengan blangkon di kepala.
Koper-koper tua menumpuk dengan paduan warna yang menarik di samping rak tua. Kursi-kursinya pun jadul. Ruang Arjuno Corner seperti mesin waktu. Mengembalikan seseorang pada era zaman penjajahan. Kalau bisa dibilang, semacam rumah orang Belanda yang cukup terpandang pada masa lalu.
Lampu gantung ala Eropa dengan nyala remang. Beberapa pengunjung asyik menikmati hidangan yang mereka pesan sembari mengobrol. Di lantai dua tersebut terdapat tenant Bubur Malaka. Kuliner unik ala Melayu.
"Tak hanya konsep vintage-nya. Orang rata-rata suka dengan pemandangannya. Coba lihat keluar," kata Aditya. Ia mengajak kami ke ruang bagian depan lantai dua. Di situ terdapat pintu kayu klasik yang cukup lebar. View-nya adalah Gunung Arjuna yang hijau dan sedikit berkabut.
Para pengunjung menikmati suasana lantai dua di Arjuno Corner. Lokasinya berada di Tretes, Pandaan, Pasuruan. -Julian Romadhon/HARIAn DISWAY-
BACA JUGA: Menikmati Seduhan Kopi Ala Kafe di Pinggir Jalanan Kediri
Semriwing. Angin berembus perlahan. Sejuk. Benar-benar oase bagi masyarakat Surabaya seperti saya yang tak tahan cuaca panas. Saya menghabiskan waktu cukup lama di ruang depan itu. Menikmati pemandangan dari atas.
Di sudut timur terdapat interior kayu dengan beberapa tanaman hias. Dua kursi berdiri sejajar. Ke depan, pengelola akan menyediakan live music akustik.
Arjuno Corner dengan kesan jadul dan pemandangan alamnya memang pas dibuat bersantai. Mengobrol panjang-lebar tentang keseharian, masalah asmara, isu geo-politik, maupun isu-isu global.
Ah, tapi cukup dengan memejamkan mata saja sembari menikmati angin Arjuna, bagi saya itu sudah cukup. (Guruh Dimas Nugraha)