Keempat, digitalisasi eksyar. Sebagaimana tercetusnya kolaborasi antara Kementerian Agama, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), BAZNAS, dan Badan Wakaf Indonesia, BI menginisiasi platform digital pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) secara terintegrasi.
Platform ziswaf diharapkan mampu meningkatkan mutu layanan dan aksesibilitas bagi masyarakat. Dengan inovasi digital itu, pengumpulan ziswaf dapat diperoleh lebih optimal. Optimalisasi ziswaf pada gilirannya mampu mendorong kesejahteraan masyarakat.
Giat BI mengembangkan eksyar juga melibatkan KNEKS serta Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS). Pelibatan KNEKS dan KDEKS untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan sebagai kunci pengembangan eksyar.
Terakhir, penguatan literasi masyarakat terkait ekonomi syariah. Hasil survei indeks literasi eksyar oleh BI pada 2022 menunjukkan angka yang sangat rendah, yakni 23,3 persen. Artinya, dari seratus warga, hanya 23 orang yang telah memahami eksyar.
Maka, di sini peran agen-agen ekonomi syariah, terutama dari kampus, sangat diperlukan. Selain inovasi dan kreasi dalam pengembangan produk, upaya sosialisasi terkait ekonomi syariah ke masyarakat luas juga menjadi tugas penting. Maka, para civitas academica yang bergerak di bidang tersebut diharapkan dapat meningkatkan level of awareness kepada masyarakat umum.
Jika berbagai upaya tersebut dijalankan baik oleh seluruh stakeholder terkait dengan mimpi yang sama, target Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2024 tidaklah mustahil. Karena telah menyimpan potensi pasar konsumen produk eksyar terbesar, Indonesia pun bisa bertindak sebagai pelaku eksyar terkuat. (*)
Jusuf Irianto, wakil dekan dan guru besar di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga-Humas Unair-
Tika Widiastuti, guru besar ekonomi syariah FEB Universitas Airlangga