Dalam pembunuhan di Pasuruan, korban dan pelaku sama-sama tidak menerapkan piweling ”ngono yo ngono, ning ojo ngono”. Dari sisi korban sudah jelas, dia memaki secara berlebihan: ”Jual saja istrimu untuk bayar utangmu.” Sangat menyinggung perasaan pelaku.
Sebaliknya, pelaku dengan tingkat coping yang rendah emosi berlebihan. Tidak menuruti ajaran Jawa yang luhur itu.
BACA JUGA: Sulit Lupakan Mantan, Solusinya Bunuh
BACA JUGA:Selingkuh, lalu Bunuh di Depok
Satu lagi, dari kronologi tersebut tampak pelaku atau istrinya memang punya uang. Bukti, istrinya bisa ibadah umrah (paling murah Rp 30 juta). Beribadah sampai jauh ke Tanah Suci, tapi utang kepada tetangga dekat rumah Rp 4 juta tidak dibayar. Ngono yo ngono, ning ojo ngono.
Siapa pun pelanggar piweling itu, dalam filosofi Jawa, pasti bakal menimbulkan korban (orang lain dan diri sendiri). Pembunuh dipenjara lantaran melanggar Pasal 340 KUHP Pembunuhan Berencana. Ancaman hukuman mati, setidaknya 15 tahun penjara. Korbannya mati.
Filosofi Jawa dan Barat itulah kriminologi. Sebab, inti kriminologi adalah ilmu mengajarkan agar orang tidak berbuat jahat. Juga, agar orang terhindar dari korban kejahatan. (*)