Yang paling penting adalah program yang diajukan Prabowo-Gibran yang ingin memberikan makan gratis kepada ibu hamil supaya ibu dan anaknya sehat sehingga tidak terjadi stunting.
Salah omong itu tidak sekadar slip of tongue atau selip lidah. Di masa kampanye yang panas ini, salah omong itu menjadi amunisi yang berlimpah untuk menyerang Gibran. Dua hari terakhir salah ucap Gibran itu menjadi trending topic di dunia maya. Para pengkritik Gibran menjulukinya ”Duta Asam Sulfat”.
Intelektualitas dan kapasitas Gibran sebagai calon wakil presiden kembali menjadi sorotan tajam. Gibran suka mangkir dari undangan dialog maupun diskusi di kampus-kampus.
BACA JUGA: Gibran Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Solo, Akan Duplikasi di Kota Lainnya
BACA JUGA: TKN Prabowo-Gibran: Makan Siang dan Susu Gratis Dilakukan Bertahap
Ketika Muhammadiyah mengundang Prabowo-Gibran untuk memapaparkan visi-misi di Universitas Muhammadiyah Surabaya beberapa waktu yang lalu, Gibran mangkir dan lebih memilih datang ke pertemuan dengan guru-guru di Pesantren Amanatul Ummah milik KH Asep Saifuddin Chalim yang pro-Prabowo-Gibran.
Serangan terhadap Gibran menggelombang. Ijazahnya dari Australia dinilai bodong, tidak sekelas S-2 seperti yang diklaimnya, tetapi setara dengan SMK. Beda dengan bapaknya –yang terkesan menghindari dari dugaan ijazah palsu– Gibran memamerkan ijazahnya kepada media.
Meski demikian, Gibran-haters tetap tidak puas dan bersikeras bahwa ijazah Gibran aspal alias asli tapi palsu.
Serangan berikutnya datang setelah KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengubah format debat capres-cawapres dengan menghilangkan debat langsung dua putaran yang mempertemukan semua calon wakil presiden. Keputusan KPU itu dikecam luas oleh publik, tapi KPU bergeming.
Keputusan tersebut dinilai menguntungkan Gibran dan merugikan dua calon wakil presiden lainnya. Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD tentu menunggu kesempatan untuk berdebat dengan Gibran, sekaligus mengukur kadar intelektualitasnya.
Di sisi lain, keputusan KPU dianggap menjadi tameng bagi Gibran untuk menghindar dari kemungkinan diserang dalam debat terbuka. Keputusan KPU itu menguntungkan Gibran yang terlihat tidak nyaman setiap kali menghadapi pertanyaan jurnalis yang rumit.
Dalam banyak kesempatan, Gibran menjawab pendek-pendek dan tidak substantif. Dalam kesempatan lainnya, Gibran mengeles dengan mengoper pertanyaan kepada juru bicaranya.
Kepeleset lidah Gibran masih menyambung dengan cerita lain mengenai hasil survei oleh perusahaan survei Indo Barometer milik pengusaha survei Muhammad Qodari. Menurut hasil survei itu, Gibaran ialah cawapres yang punya intelektualitas terbaik ketimbang Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar.
Survei itu membuat alias mata terangkat karena tidak percaya. Bagaimana mungkin kadar intelektual seorang guru besar dan pakar hukum tata negara selevel Mahfud MD bisa kalah oleh Gibran. Setelah kasus asam sulfat muncul, publik mempertanyakan bagaimana intelektualitas Mahfud MD kalah oleh Gibran yang tidak tahu beda asam sulfat dan asam folat.
Gibran dinobatkan sebagai duta asam sulfat, mungkin Jokowi bisa dinobatkan sebagai ”Bapak Asam Sulfat”. Pemerintahan Jokowi disindir sebagai ”Rezim Asam Sulfat” karena suka merusak demokrasi. Seniman Butet Kartaredjasa menyindir rezim Jokowi sebagai rezim Orde Baru.
Butet merasa menjadi korban intimidasi ala zaman Orde Baru. Sebelum pementasan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 1 Desember 2023, sejumlah petugas Kepolisian Sektor Cikini mendatangi Butet dan penulis naskah Agus Noor.