Mengajak Capres-cawapres Berucap Gong Xi Fa Cai: Ngrumangsani Hidup

Sabtu 10-02-2024,07:04 WIB
Reporter : Prof Suparto Wijoyo
Editor : Heti Palestina Yunani

Suasana Imlek ini benar-benar mengembangkan senyum tulus bagi siapa saja pembaca yang merayakannya. Imlek 2574 merupakan momentum yang harus dirunut secara bernas. Perayaan Imlek terpotret dijaga penuh kesan. Hening syukurnya saya yakini tidaklah elok kalau diwarnai celoteh pilpres yang tidak santun.

Penyelenggaraan Imlek adalah ritual substansial bagi orang-orang pilihan zaman dan meriaskan wajah yang berpesona keutuhan ornamennya. Imlek telah menginformasikan bahwa peradaban saudara-saudara kita dari "kamar bumi" Tionghoa sudah sedemikian tuanya. Dan dengan santun berucap selamat berharkat Chinese New Year. 

Dipantaskanlah kemudian agenda turut merasakan gemerlap Imlek. Siapa pun orangnya pasti dapat menakar tentang kesungguhan perjalanan hidup bagi suatu peradaban Tionghoa. Siapa saja berujar sejujurnya bahwa Tionghoa telah memberikan arah sejarahnya yang berwarna meski dominasi “langgamnya tetaplah di garis edar” yang konstan.

Imlek memberikan jeda apa yang dapat dipetik dari rona historis kisah perjalanan hidup manusia beserta kebudayaannya. Saling menyapa sambil mempelajari sisi-sisi kehayatan Tionghoa adalah suatu perintah kenabian. 

Bahkan belajar secara serius ke daratan Tiongkok telah disabdakan Nabi Agung Muhammad SAW. Dikatakan dengan terang oleh Yang Mulai Muhammad SAW bahwa "carilah ilmu sampai ke Negeri China". Seloroh saya sejatinya juga ke Kedatuan Sriwijaya. Risetlah kalau ada yang meragukannya. Apa yang hendak diwartakan oleh ucap Suci Muhammad SAW itu?

Hal ini menandakan ketulusan peradaban Islam untuk mengakui dengan gamblang mengenai keadiluhungan setiap kemajuan. Nabi Muhammad SAW tentu tidak berfirasat sewaktu mendeklarasikan jalan keilmuan ke Tiongkok. Umat saat itu diberi bait-bait sakral betapa pentingnya bejalar ke Negeri Tiongkok.

Peradaban besar tentu sudah diteliti dan dikonfirmasi secara cerdas oleh Nabi Muhammad SAW. Kini semua fakta telah terungkap betapa Tiongkok tumbuh begitu mempesona meski ada yang di luar sangka. Sampai-sampai pakaian bekasnya saja membanjiri pasaran dan diperebutkan konsumen kita. Entah apa yang tengah diimajinasikan pemakainya.

Hal ini merupakan tanda kehidupan bahwa Tiongkok telah mewarnai perkembangan jalan panjang manusia. Tiongkok telah menawarkan kemajuan dengan rentang yang memang sudah cukup tua.

Bertumpuk-tumpuk buku berserak di pustaka rumah dan saya sangat menarik terus menerus membacanya. Usia pertahunan yang telah mencapai 2574 bukanlah siklus kosong dan hampa. Tiongkok telah mengawal dan mewarnai sejarah perjalanan budaya bangsa. 

Apa yang pernah dilakonkan oleh Romawi maupun Persia yang telah disebut dalam Alquran adalah bagian paling sensitif untuk membuka tabir ketersinggungan dan kelengketan jalinan hidup anak Adam. 

Munculnya Islam sebagai kekhalifahan dengan puncak kegemilangan sampai keruntuhan lengket di pundak horizon khilafah. Pada sesi kesejarahannya, Turki Otoman adalah pekabaran lain yang harus terus dapat diterka arahnya. Kebangunan Islam menjadi tema penting di abad ini.

Apabila pergaulan kebangsaan antara Romawi, Persia, Tiongkok, dan Kekhalifahan Islam muncul sebagai bingkai perpolitikan tentu tidak berarti bahwa peradaban pada dasarnya telah dilokalisir secara sepihak. 

Lahirnya negara yang bernama NKRI yang bertarikh 17 Agustus 1945 adalah jawaban tentang perjuangan bangsa dengan mayoritas umat Islam yang sebelumnya telah berada dalam payung kesultanan, jumlahnya mencapai 73 kerajaan Islam di Nusantara saat itu.

Jawa, Sunda, Ambon, dan semua suku bangsa yang mendiami Nusantara turut andil dalam mengawal perjalanan republik tercinta. Saudara-saudara kita Tionghoa telah memiliki investasi berjangka dengan segala ketabahannya untuk "memendam rasa berimlek".

Selama era Orde Baru yang tidak membuka kesempatan untuk merayakan Imlek secara terbuka adalah “ruang pertapa” pergumulan dalam bernegara. Suatu bentuk “pembelajaran” yang berupa “saatnya bertahu diri” adanya kultur saudara sebangsa dalam NKRI. 

Tatkala tikar digelar untuk dirayakan, jangan ada “dusta yang membersit di hati”. Anggap saja era yang sebelumnya “menyembunyikan perayaan Imlek” adalah “tahapan untuk mengerti” babakan sejarah yang kini sedang mengalami penawaran baru guna merawat masa depan kolektif kita. 

Tags :
Kategori :

Terkait