SURABAYA, HARIAN DISWAY - Namanya saja arek Suroboyo. Harus nekat dan ngotot. Itulah yang menyemangati sutradara M Ainun Ridho tetap konsisten membuat film tentang Surabaya. Terbaru, Kartolo Numpak Terang Bulan sudah rilis di bioskop sejak 14 Maret 2024.
Mau Ridho, setahun sekali dalam lima tahun ia harus menggarap satu film tentang Surabaya. Janji itu sebenarnya dipenuhi Ridho dengan memulainya menggarap film Jack pada 2019. Disusul Kartolo Numpak Terang Bulan pada 2020. Selanjutnya pada 2021 ia membuat film Anthology of Darknes.
Tapi kenekatan Ridho itu dipatahkan oleh pandemi yang tiba-tiba datang menerjang. Bioskop tutup selama 2,5 tahun sehingga mengganggu produksi film yang harus ikutan mandek. Termasuk berdampak pada film Kartolo Numpak Terang Bulan yang harus sabar menunggu daftar antrean tayang di bioskop.
Padahal sebenarnya film itu sudah mulai syuting pada Februari 2020 dan selesai pada Maret 2020. Empat tahun tertunda untuk tayang, Ridho tak pernah ciut nyali.
Dia memang sudah nekat untuk tetap ngotot memperjuangkan film Surabaya yang belum menjadi sesuatu yang menarik untuk dibuat oleh para sineasnya.
Buat Ridho, bertekad membuat film Surabaya sudah jadi kehendaknya sebagai arek asli Suroboyo. Ia sendiri sebenarnya iri dengan daerah lain seperti Makassar dan Yogyakarta yang sangat bergairah untuk membuat film dengan tema lokal.
Sumber dayanya juga mendukung. Padahal Surabaya juga punya potensi yang sama. Bahkan ada banyak kekayaan cerita yang luar biasa untuk dijadikan film.
Melihat Kartolo Numpak Terang Bulan akhirnya sudah tayang di bioskop, Ridho melihat bahwa kengototannya berpihak pada film berbau Surabaya tak salah. Semangatnya tak bisa dibendung.
Selain menyiapkan sisi pendukung yang lain, ia merasa bahwa perjuangan memajukan film Surabaya harus diwarnai dengan semangat khas arek Suroboyo yang berani untuk maju meskipun banyak tantangan di depan. “Memang kudu nekat dan ngotot. Itu sikap positif,” tegasnya.
Buktinya, selama menggarap film Surabaya, Ridho sudah merasa cukup dengan hanya melibatkan lebih banyak mengajak sumber daya lokal. Seperti para pelajar Jurusan Produksi Film SMK Dr Soetomo Surabaya yang memiliki kemampuan sinematografi yang tak kalah dengan sumber daya manusia di bidang perfimlan seperti di Jakarta atau kota besar lainnya.
Bahkan pemain film Kartolo Numpak Terang Bulan pun cukup diambil Ridho dari pemain lokal Surabaya. Salah satunya Kartolo, tokoh ludruk dari Surabaya yang melegenda itu.
Setelah film itu tayang, Ridho masih punya rencana untuk meneruskan kengototannya membuat film Surabaya yang lain. “Sebab sudah seperti jadi nazar saya untuk melakukan sesuatu buat Surabaya, tempat saya lahir,” tegas Ridho. (Heti Palestina Yunani)