“Dengan demikian supaya kita menjadi negara maju ini ditentukan dari kita memilih pemimpin 20 tahun ke depan,” imbuhnya.
Budi Arie turut menyerahkan santunan bingkisan kepada puluhan anak yatim yang hadir dalam buka puasa bersama.
Kemudian acara dilanjutkan potong tumpeng nasi kuning yang dibagikan kepada para tamu pengurus DPP Projo.
BACA JUGA:Prabowo Kunker ke IKN, Tinjau Persiapan HUT RI
BACA JUGA:PAN Gembira Sambut Kemenangan Prabowo-Gibran di 31 Provinsi
Dia pun menegaskan bahwa rekonsiliasi nasional pasca Pemilu 2024 untuk membangun negara secara bersama-sama adalah keharusan.
Rekonsiliasi ini dianggap sebagai kunci menuju persatuan nasional yang diperlukan untuk kemajuan bangsa. "Harus, rekonsiliasi itu penting karena untuk menjadi negara maju perlu persatuan nasional sehingga kami mendukung adanya rekonsiliasi nasional," kata Budi.
Dalam pandangannya, rekonsiliasi bakal memungkinkan pelaksanaan program-program besar dari pemerintahan Prabowo-Gibran dengan dukungan dari berbagai pihak.
Meskipun beberapa pihak menyebut kemungkinan terbentuknya koalisi besar, Budi lebih memilih istilah koalisi gemoy.
BACA JUGA:Hingga Hari Ini, Prabowo-Gibran Raih 58,48 Persen Suara Nasional
BACA JUGA:KPU Jabar Tetapkan Prabowo-Gibran Dominasi Jabar Dalam Pilpres 2024
Arti gemoy yang melekat terhadap Prabowo lebih cocok dengan situasi yang akan dihadapi. "Koalisi enggak gemuk enggak kurus, tetapi koalisi gemoy. Kamu terjemahin deh sesuai dengan namanya. Dikutip saja, koalisinya bukan gemuk atau kurus, tapi koalisi gemoy,” ujarnya.
Namun demikian, Budi menyebut koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran masih relatif lama karena masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin belum habis. “Tunggu saja, sabar saja ini kan Kabinet Indonesia Maju Pak Jokowi-Ma'ruf Amin kan masih 7 bulan lagi. Masih banyak yang bisa dilakukan,” ucapnya.
Komposisi Proposional
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai komposisi kabinet Prabowo-Gibran yang kemungkinan dilantik 20 Oktober akan lebih baik 50:50.
Itu artinya 50 persen dari parpol dan 50 persen dari teknokrat sehingga ada kesinambungan dalam membuat kebijakan. “Atau koalisi yang besar ini bisa juga agar kabinet dibentuk dengan komposisi 60 persen parpol dan 40 persen profesional,” tuturnya.