HARIAN DISWAY - Peringatan Hari Musik Nasional 2024 di Surabaya berlangsung sukses. Dalam event yang diinisiasi Heri Lentho itu banyak simbol atau makna dalam tiap bagiannya.
Tepuk tangan menggema yang ipimpin Direktur Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek Ahmad Mahendra menjadi tanda dibukanya pementasan Katarsis Sang Garuda di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur.
Drama yang dipentaskan sebagai penutup peringatan Hari Musik Nasional pada 8-9 Maret 2024 itu disajikan dalam alunan gamelan rancak dan dipadu dengan alat musik modern. Lagu Kami Anak Negeri Ini karya Gombloh pun menggema. Dibawakan oleh anak-anak dari Higayon Singer.
Sebuah lagu pengantar yang manis itu mengingatkan siapa saja tentang tanah air dan generasi yang akan menjadi penerus tampuk kepemimpinan.
Selayaknya mereka harus bangkit untuk membangun bangsanya. Seperti tertulis dalam liriknya. Sayang, di nadimu, di pundakmu terletak martabat bangsa. Tengadahlah tunas nusa.
Disutradarai Heri Lentho, muncullah tokoh Garudeya di atas panggung. Ia mengepakkan sayap. Berjalan ke kanan dengan langkah panjang. Lantas muncul seekor naga dengan mahkota di kepala. Dimainkan oleh beberapa pria seperti tradisi Tionghoa memainkan liong-liong.
BACA JUGA: Semesta Simbol Hari Musik Nasional 2024 (4): Musik Membangun Bangsa Bahas Dampak Musik
Garudeya dan naga bertarung sengit. Di belakang mereka tampak dua orang perempuan berpakaian hitam dan putih. Tokoh Dewi Kadru, ibu naga dan Dewi Winata, ibu Garudeya. Keduanya pun terlihat melakukan pertarungan.
Garudeya dikurung oleh naga. Ia berusaha bertarung untuk menyelamatkan ibunya Dewi Winata. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
Drama musikal yang naskahnya ditulis oleh Agung Kasas dan Affandy Willy Yusuf itu melambangkan kegigihan Garuda. “Utamanya dalam mempertahankan harga diri sekaligus menyelamatkan ibunya dari perbudakan," ujar Heri.
Siapakah Garudeya? Dialah Garuda yang merupakan mahluk mitologi tunggangan Dewa Wisnu. Sosoknya ada di berbagai relief candi. Seperti Candi Sukuh dan Candi Kidal.
Garudeya dijadikan lambang negara: Pancasila. Perjuangan dan kegigihan Garudeya tentu menjadi pelecut motivasi bagi siapa saja. Termasuk para anak bangsa. Dalam pertarungan tersebut, Dewi Winata kalah dan berhasil ditawan. Begitu pun Garudeya.
Lima aktor memegang benda kerucut yang dibuat dari jalinan rotan. Dengan alat itu mereka mendesak Garuda hingga tersudut tak berdaya. Seorang perempuan memegang obor.
Berjalan ke tengah. "Geni iki iso gae ngobong semangatmu. Tapi ugo iso gae ngobong-ngobongi ceteke pikiranmu (Api ini bisa membakar semangatmu. Tapi juga bisa membakar sempitnya pikiranmu, Red)," serunya. Ia lantas menunjuk Garudeya yang ditawan.
"Opo iki Garuda sing biyen mbok perjuangno? Opo iki Garuda sing simbole dikekep Bhinekka Tunggal Ika? Zaman saiki wong apik ditampik, wong jahat munggah pangkat (Apa ini Garuda yang dulu kau perjuangkan? Apa ini Garuda yang simbolnya disertai kalimat Bhinekka Tunggal Ika? Zaman sekarang orang baik ditampik, orang jahat naik pangkat, Red)!" ujarnya.
"Sebab saiki gede-cilik, enom-tuwo wes kepaten obor!,” ujarnya. Semua orang di negeri ini banyak yang mengabaikan semangat persaudaraan. Dari hari ke hari menjadi semakin individualis. Kehilangan rasa sosial dan abai terhadap sekitar.