HARIAN DISWAY - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memecat 66 pegawai yang terlibat perkara pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan Negara atau Rutan Cabang KPK Jakarta. "Pada Selasa, 23 April 2024, KPK telah menyerahkan surat keputusan pemberhentian kepada 66 pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran pemerasan di Rutan Cabang KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 24 April 2024.
Ali menjelaskan, keputusan pemecatan itu diambil berdasarkan hasil pemeriksaan hukuman disiplin terhadap pegawai negeri sipil KPK yang telah selesai dilakukan pada 2 April 2024. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, dan kepegawaian.
Hasil pemeriksaan itu menyatakan 66 pegawai terbukti melanggar Pasal 4 Huruf i; Pasal 5 Huruf a; dan Pasal 5 Huruf k Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. "Selanjutnya pada 17 April 2024, sekretaris jenderal KPK selaku pejabat pembina kepegawaian menetapkan keputusan hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian sebagai PNS, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat 4 Huruf c PP 94 Tahun 2021," ungkap Ali.
Dia mengatakan bahwa pemberhentian ini akan efektif berlaku pada hari ke-15 sejak keputusan hukuman disiplin diserahkan kepada para pegawai tersebut.
BACA JUGA:Gus Muhdlor Ajukan Praperadilan Melawan KPK, Buntut Status Tersangka Kasus Dugaan Korupsi
BACA JUGA:Gus Muhdlor Mangkir Pemeriksaan KPK, Ini Alasannya...
Keputusan pemberhentian pegawai tersebut sebagai bagian dari komitmen KPK menyelesaikan penanganan pelanggaran di internal hingga tuntas dan zero tolerance terhadap praktik-praktik korupsi. Mengenai pelanggaran ini, KPK juga telah menjatuhkan hukuman etik berdasarkan putusan Dewan Pengawas serta penyidikan dugaan tindak pidana korupsinya.
Dewan Pengawas KPK menyatakan ada 93 pegawai yang terlibat dalam rangkaian kasus pungutan liar di Rutan Cabang KPK. Sebanyak 66 pegawai diberhentikan, 15 pegawai ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan untuk menjalani proses hukum, serta 12 pegawai lainnya masih menunggu hasil koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). (*)