TERMA ”Krismuha” yang merupakan akronim dari Kristen Muhammadiyah telah membuat jagat media sosial heboh. Sebagian warganet berspekulasi dengan menyimpulkan adanya cabang Muhammadiyah di kalangan Kristen atau Katolik.
Sebagian netizen juga mengasosiasikan istilah Krismuha dengan munculnya varian baru bercorak sinkretis dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah. Varian itu diasumsikan sebagai tipologi kelompok yang memadukan aspek ajaran Islam dan Kristen.
Semua asumsi itu jauh dari realitas yang sesungguhnya. Seperti dijelaskan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti, terma Krismuha tidak boleh hanya dipahami secara teologis-normatif. Krismuha harus dilihat dalam perspektif sosiologis-historis.
BACA JUGA: Krismu, Krisnu, dan Krislam
Pada awalnya, terma Krismuha diperkenalkan Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ul Haq dalam karya berjudul Kristen Muhammadiyah: Konvergensi Muslim dan Kristen dalam Pendidikan (2009). Edisi revisi buku itu terbit pada 2023. Tentu dengan pemutakhiran data dan konteks pemahaman yang lebih kekinian.
Buku Kristen Muhammadiyah memaparkan praktik-praktik baik tentang kehidupan yang toleran dan saling menghargai antara minoritas Islam dengan mayoritas Kristen melalui lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Interaksi yang intensif antara anak-anak muslim dan nasrani dalam proses pembelajaran di sekolah Muhammadiyah terjadi secara alamiah. Interaksi itu terjadi tanpa menghilangkan jati diri setiap peserta didik sebagai seorang muslim atau nasrani yang taat.
Buku Kristen Muhammadiyah sejatinya merupakan hasil penelitian terhadap lembaga pendidikan Muhammadiyah di daerah minoritas muslim dalam mendidik anak-anak nasrani. Jumlah siswa Kristen di sekolah Muhammadiyah daerah tertentu tergolong banyak.
Di antaranya adalah SMA Muhammadiyah Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sekolah itu dua pertiga siswanya adalah Katolik. Realitas serupa terjadi di SMA Muhammadiyah Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar).
Yang lebih hebat lagi adalah SMP Muhammadiyah dan SMK Muhammadiyah Serui Teluk Cenderawasih, Papua. Jumlah siswa nasrani yang belajar di dua sekolah itu mencapai 92 persen.
Di Bumi Cenderawasih juga ada empat perguruan tinggi Muhammadiyah dengan jumlah mahasiswa mayoritas Kristen. Yakni, Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong, Universitas Muhammadiyah Sorong, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Manokwari, dan Universitas Muhammadiyah Papua di Jayapura.
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, buku Kristen Muhammadiyah layak diapresiasi. Fenomena Krismuha telah menggugah kesadaran bahwa kemajemukan agama, suku, ras, dan golongan tidak menghalangi diri untuk berbuat yang terbaik bagi kehidupan bersama di mana pun berada.
Kemajemukan merupakan pelangi yang indah. Penting untuk merajut hidup toleran yang sarat dengan nilai-nilai penghormatan, perdamaian, dan saling memajukan. Itulah komitmen Muhammadiyah dalam memajukan bangsa dan merekatkan keindonesiaan yang heterogen.
OASE DI BUMI CENDERAWASIH