Pengembangan Budaya Akademik di Indonesia (1): Tantangan dan Solusi Meningkatkan Literasi

Selasa 14-05-2024,09:59 WIB
Oleh: Muhammad Turhan Yani

Semangat kebangkitan dan kejayaan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah yang ditandai dengan pengembangan ilmu pengetahuan modern dan peradaban pada abad VII-XII Masehi dapat diadopsi bangsa Indonesia saat ini. 

Jika pada masa Dinasti Abbasiyah dilakukan penerjemahan besar-besaran buku Barat ke dalam bahasa Arab dan pengarusutamaan berbagai karya ilmu pengetahuan di Kota Baghdad saat itu, dalam konteks Indonesia saat ini dapat dilakukan dengan memfokuskan pada pengembangan dan pelestarian budaya akademik di kalangan terdidik. Yakni, siswa, mahasiswa, guru, dan insan akademik perguruan tinggi.

Lahirnya ilmuwan dan cendekiawan muslim dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan pada rentang abad VII-XII merupakan penanda pengembangan dan pelestarian budaya akademik berjalan dengan pesat dan maju dengan memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat penting berbagai karya ilmu pengetahuan. 

Misalnya, ilmu kedokteran (Ibnu Sina), matematika (Al-Khawarizmi), kimia (Jabir bin Hayyan), sosiologi (Ibnu Khaldun), Filsafat (Al-Ghazali), tafsir (Ibnu Jarir Atthobary), dan lain sebagainya 

Selama 5 abad kejayaan tersebut berdampak signifikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern di dunia.

Dalam konteks Indonesia saat ini dan ke depan, pengembangan dan pelestarian budaya akademik di kalangan terdidik, baik siswa, mahasiswa, guru, maupun insan akademik perguruan tinggi, penting ditingkatkan lagi sebagai role model dan garda terdepan kemajuan suatu bangsa menyongsong Indonesia Emas 2045.

Perpustakaan yang notabene sebagai tempat menyimpan buku, jurnal, dan berbagai literatur merupakan salah satu gudangnya ilmu pengetahuan yang penting untuk dikunjungi dan dijadikan sebagai salah satu pusat pengembangan dan pelestarian budaya akademik melalui berbagai cara. 

Menurut para ulama, berkahnya ilmu, antara lain, ada pada buku, selain ada pada pendidik (guru, ustaz, dosen, dan kiai). Oleh karena itu, penting sekali bagi siapa pun yang mencari ilmu harus dekat dengan buku, bahkan kalau bisa memiliki buku sendiri agar mendapatkan berkahnya ilmu yang dipelajari. Apabila tidak memiliki buku sendiri, perpustakaan bisa menjadi jujukan utama.

Mengembangkan dan melestarikan budaya akademik di tengah era global saat ini –yang dibarengi menjamurnya hiburan dan mainan digital dalam berbagai varian yang menyasar anak-anak muda dan usia sekolah– menjadi tantangan tersendiri. 

Menjamurnya hiburan dan mainan digital dalam berbagai varian, disadari atau tidak, menurunkan daya minat para pelajar dan mahasiswa dewasa ini. 

Menurut data UNESCO, Indonesia berada pada urutan kedua dari bawah terkait literasi dunia. Artinya, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. 

Akan tetapi, di sisi lain, ketergantungan pada gadget sangat tinggi, sekitar 9 jam dalam sehari. Di tengah fenomena hedonis tersebut, menjadi tantangan tersendiri menumbuhkembangkan budaya akademik (membaca, menulis, dan meneliti) di kalangan pelajar dan mahasiswa, bahkan di kalangan pendidik.

KEKUATAN BANGSA

Sala satu kekuatan dan kemajuan suatu bangsa ditandai dengan perhatian pada pendidikan. Dari sisi anggaran pendidikan nasional di Indonesia, telah dianggarkan dalam APBN dan APBD sebesar 20 persen. 

Penganggaran sebesar itu sudah baik walaupun belum bisa menyentuh kebutuhan pendidikan nasional secara menyeluruh. 

Secara kelembagaan, jumlah institusi pendidikan di Indonesia juga sangat banyak, baik pada jenjang persekolahan maupun perguruan tinggi (PT). 

Kategori :