Pengembangan Budaya Akademik di Indonesia (1): Tantangan dan Solusi Meningkatkan Literasi

Selasa 14-05-2024,09:59 WIB
Oleh: Muhammad Turhan Yani

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sampai semester ganjil tahun ajaran 2023/2024 mencatat, ada 436.707 sekolah. Dari jumlah tersebut, mayoritas sekolah merupakan sekolah dasar (SD), yakni 149.225 unit. 

Lalu, jumlah madrasah (sekolah Islam) menurut Kementerian Agama (Kemenag) sampai semester genap tahun ajaran 2022/2023 mencapai 86.608 lembaga. 

Adapun jumlah pondok pesantren, menurut Kemenag, yang berizin dan terdaftar saat ini sebanyak 40.000. 

Pada jenjang pendidikan tinggi, data PT negeri dan swasta menurut Kemendikbudristek sampai tahun 2023 sebanyak lebih dari 4.000, sedangkan yang berada di bawah Kemenag lebih dari 1.100.

Dengan demikian, secara kuantitas, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki institusi pendidikan paling banyak di dunia. Fakta itu menunjukkan bahwa Indonesia tidak diragukan lagi perhatiannya pada persoalan pendidikan. 

Selanjutnya, bagaimana dengan kualitas pendidikan di Indonesia? Salah satu parameter kualitasnya dapat dilihat dari hasil pengukuran Programme for International Student Assessment (PISA) bulan Desember 2023 yang mengalami penurunan. 

Skor PISA itu menurun bila dibandingkan dengan 2018 yang didasarkan pada tiga kemampuan. Yaitu, matematika, membaca, dan sains. Walaupun, hasil capaian PISA itu tidak menjadi parameter komprehensif karena PISA hanya didasarkan indikator pada tiga aspek tersebut.

Selanjutnya, bagaimana cara menumbuhkembangkan kekuatan bangsa? Salah satunya melalui pengembangan dan pelestarian budaya akademik. Untuk menumbuhkembangkan budaya akademik, khususnya membaca, menulis, dan meneliti, dapat dilakukan dengan berbagai cara. 

Di antaranya, memanfaatkan teknologi informasi (TI) dalam berbagai variannya dan dengan cara konvensional seperti membuat resensi buku, responsi, dan lain sebagainya. 

Para pendidik, dalam hal ini guru dan dosen, dapat memberikan penugasan akademik kepada anak didiknya agar terbiasa membaca dan menulis. Hal itu penting dilakukan untuk pendalaman keilmuan sekaligus pelestarian budaya membaca dan menulis.

Pengembangan dan pelestarian budaya akademik itu sangat penting dilakukan kalangan terdidik di Indonesia agar bangsa Indonesia menjadi lebih maju dan memiliki posisi tawar di mata dunia. 

Secara khusus pengembangan dan pelestarian budaya akademik, di antaranya, melalui giat membaca, menulis, dan meneliti. Dengan membaca, menulis, dan meneliti, ilmu akan berkembang dan memperkaya khazanah keilmuan. Juga, secara otomatis akan dapat memajukan bangsa Indonesia di mata dunia.

Pengembangan dan pelestarian budaya akademik perlu ditingkatkan lagi, dimulai dari para pendidik, khususnya guru. Konkretnya, satu guru satu karya tulis (artikel) di jurnal ilmiah nasional atau internasional dalam satu tahun (minimal). Atau, karya inovatif lainnya yang sejenis. 

Gagasan itu di samping untuk memberikan tantangan bagi guru, juga untuk membangun kemajuan ilmu pengetahuan bagi bangsa Indonesia ke depan. Secara kuantitas, jumlah institusi pendidikan di Indonesia yang sangat banyak tersebut harus dibarengi dengan kualitas. 

Kualitas itulah yang akan menandai bahwa suatu bangsa menjadi maju dan memiliki peradaban, di antaranya melalui gerakan semangat membaca, menulis, dan meneliti, serta memublikasikan karya-karya ilmiah di media dan jurnal-jurnal ilmiah. (*)


Muhammad Turhan Yani, direktur LPPM Universitas Negeri Surabaya-Dok Pribadi-

Kategori :