SURABAYA, HARIAN DISWAY - Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) masih sering terjadi. Buktinya, Satreskrim Polrestabes Surabaya baru saja menangkap tujuh orang pelaku penjualan orang. Korbannya ada empat. Semuanya masih di bawah umur.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Jatim Febri Kurniawan Pikulun mengatakan, untuk memberantas praktik TPPO tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh polisi. Sebab, polisi sifatnya hanya menindak berdasarkan laporan yang masuk.
Polisi kesulitan untuk membongkar sendiri praktik tersebut. Sebab, para pelaku bergerak langsung ke tujuannya. Bertemu dengan calon korbannya. Seolah sebagai malaikat yang memberikan jalan keluar dari permasalahan finansial calon korbannya.
Menurutnya, target para pelaku penjualan manusia ini selalu anak putus sekolah. Apalagi, mereka dari kalangan keluarga yang ekonominya rendah. Untuk melancarkan aksinya, berbagai bujuk rayu dilancarkan pelaku.
BACA JUGA: Anak Putus Sekolah Jadi Korban TPPO, Tujuh Pelaku Diamankan Polrestabes Surabaya
“Karena sasarannya anak yang ekonomi keluarganya rendah, pasti bujuk rayunya adalah penghasilan yang besar. Sehingga, mereka bisa membeli apapun yang mereka mau,” katanya saat dihubungi Harian Disway, Rabu 15 Mei 2024.
Setelah korbannya masuk dalam perangkap para pelaku ini, nantinya pelaku menjerat korbannya dengan berbagai piutang. Itu cara agar semua omongan pelaku di awal tadi tidak terealisasi. Parahnya, pelaku bisa saja tidak membayar upah korbannya.
Ia menegaskan, pencegahan kasus perdagangan manusia ini harus dilakukan dari lingkup terkecil. Yakni keluarga dan lingkungan sekitar. Masyarakat harus bisa peka terhadap kehadiran orang tidak dikenal di daerahnya.
BACA JUGA: 3 Tersangka TPPO Modus Magang ke Jerman Hanya Wajib Lapor
Pun orangtua juga harus berperan aktif. Melarang anaknya untuk mencari uang sebelum waktunya. “Memang sulit sih. Terkadang, ada juga orangtua yang sudah tidak bisa mencari uang. Akhirnya, sang anak mau tidak mau bekerja,” ucapnya.
Ia menceritakan, kasus perdagangan anak di bawah umur ini memang kerap kali terjadi. Sekitar 69 persen korbannya pun perempuan. Polanya juga selalu sama. Anak putus sekolah di kampung atau desa. Lalu dibawa ke kota untuk dipekerjakan. Bahkan ada juga yang dikirim ke luar negeri.
Komnas PA pun kini sedang fokus membantu kepolisian untuk menekan terjadinya kasus penjualan anak ini. “Kalau keluar negeri biasanya pelaku yang mengurus semua proses keberangkatannya,” ucapnya. (*)